SELAMAT DATANG DI BLOG INI

IWANGE PUNYAAA

Cari Blog Ini

Kamis, 21 Juli 2011

manajemen kesehatan

MANAJEMEN KESEHATAN

a. Deskripsi Cabang Ilmu:
Cabang ilmu ini mempelajari tentang menerapkan delegasi dan supervisi dalam pelaksanaan MAKP, menerapkan komunikasi dan negosisasi dalam pelaksaanaan MAKP, menerapkan managemen konflik dalam pelaksanaan MAKP, menerapkan penilaian kualitas pelayanan.
b. Tujuan Cabang Ilmu:
Setelah menyelesaikan mata ajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu :
1. Memahami konsep pelaksanaan supervisi dan delegasi keperawatan
2. Mampu Menerapkan komunikasi negosiasi.
3. Memahami manajemen konflik
4. Memahami kualitas pelayanan (TQM) Bencmarking
5. Memahami Audit Keperawatan
6. Memahami penilaian kinerja perawat.
c. Lingkup Bahasan:
1. Pengertian superfisi
2. Perinsip-perinsip supervisi
3. Pengertian delegasi
4. Perinsip-perinsip delegasi
5. Pengertian komunikasi
6. Fungsi Komunikasi
7. Proses komunikasi
8. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi
9. Konsep manajemen konflik
10. Standar operasional prosedur asuhan keperawatan
11. Konsep pengambilan keputusan
12. Pengertian kualitas layanan
13. Macam-macam kualitas layanan (TQM & Bencihmarking)
14. Perinsip-perinsip Bencingmarking
15. Pengertian audit keperawatan
16. Pengertian kinerja perawat
17. Evaluasi penilaian kinerja perawat.

PENYAJIAN
A. PENGERTIAN SUPERVISI
Pengertian Supervisi dan Tujuannya
Supervisi adalah bantuan dalam pembangunan situasi belajar- megajar agar memperoleh kondisi yang lebih baik. Meskipun akhirya tertuju pada hasil belajar siswa,namun yang diutamakan dalam supervisi adalah bantuan kepada guru.
Supervis adalah suatu aktiitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.
Supervisi adalah pengawasan profesional dalam bidang manajemen, dijalankan berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan tentang bidang kerjanya, memahami tentang pembelajaran mendalam dari sekedar pengawas biasa.
Supervisi adalah disiplin ilmu yang kehadirannya bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui perbaikan situasi belajar.
KRITERIA SUPERVISI
• Pwgawai perlu diberitahu penilaian apa yang akan dipakai dalam proses supervisi
• Kriteria penilaian harus dikembangkan mulai proses pengajaran, tujuan program, sistem sekolah serta perkembangan profesionalisme guru
• Ktiteria dalam observasi guru harus ada hubungannya hubungannya dengan deskripsi kerja guru
JENIS SUPERVISI
Supervisi Akademik. Merupakan supervisi yang menitik beratkan pengamatan supervisor kepada masalah-masalah akademik,yaitu hal-hal yang langsung berada dalam lingkungan kegiatan pembelajaran pada waktu siswa sedang dalam proses mempelajari sesuatu.
Supervisi Administrasi. Merupakan supervisi yang menitik beratkan pengamatan suervisor pada aspek-aspek administratif yang berfungsi sebagai pendukung dan pelancar teraksanannya pembelajaran .
Supervisi Lembaga. Merupakan supervisi yang objek pengamatanya pada aspek-aspek yang berada di seantero / seluruh aspek sekolah. Jika supervisi akademik dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, maka supervisi lembaga dimaksudkan untuk menigkatkan nama baik sekolah atau kinerja sekolah secara keseluruhan.
FUNGSI SUPERVISOR
Matt Modrcin (2004:2) menjelaskan 4 fungsi supervisor yaitu :
The Administratif Function merupakan fungsi pengawsan umum terhadap kualitas kinerja pegawai dalam pekerjaannya idiknya. Supervisi yang memberikan masukan dan saran terhadap pegawai bagaiaman semestinya tugas pegawai dalam melaksanakan tugasnya.
The evaluation process membantu pegawai untuk dapat memahami pegawai yang bermasalah yang perlu mendapat bantuan dalam memecahkan masalah pekerjaannya. Mambantu pegawai dspat memahami kekuatan dan kelamahan pegawainya dalam melaksanakan tugasnya.
The Teaching Function menyediakan informasi baru yang harus dilaksanakan pehawai kemudian menyampaikan dalam pemibnaan.
The Role Of Conslutant merupakan bagian trpenting dari fungsi seorang supervisor. Sebagai konslutan ia harus cakap dan trampil dalam memberi bantuan dalam memecahkan masalah berbagai kesulitan yang dihadapai pegawai dalam menjalankan tugas utamanya.
TIPE-TIPE SUPERVISI
1. Tipe Inspeksi. Tipe seprti ini biasanya terjadi dalam administrasi dan model kepemimpinan yang otokratis, mengutamakan pada upaya mencari keslahan orang lain, bertindak sebagai “Inspektur” yang bertugas mengawasi pekerjaan pegawai.
2. Tipe laisses Faire. Tipe ini tipe kebalikan dari tipe sebelumnya. Kalau dalam supervisi inspeksi bawahan diawasi secara ketat dan harus menurut perintah atasan, pada supervisi Laisses Fraire para pegawai dibiarkan saja bekerja sekehendaknya tanpa diberi petunjuk.
3. Tipe Coersive. Tipe ini tidak jauh berbeda dengan tipe inspeksi. Sifatnya memaksakn kehendaknya. Apa yang diperkiarakannya sebagai sesuatu yang baik, meskipun tidak cocok dengan kondisi atau kemempuan pihak yang yang disupervisi tetsp saja dipaksakan berlakunya
4. Tipe Trainning dan Guidance. Tipe ini dairtikan sebagai memberikan latihan dsn bimbingan. Hal yang positif dari supervis ini yaitu pegawai selalu mendapatkan layihan da bimbingan dari pmpinan.
5. Tipe Demokratis Selain Kepemimpinan yang bersifat demokratis, tipe ini memerlukan kndisi dan situasi yang khusus. Tangging jawab bukan hanya seorang pemimpan yang memegangnya, tetepi didistribusikan atau didelegasikan kepada para anggota atau warga sekolah sesuai dengan kemampuan da keahlian masing-masing.
TUJUAN SUPERVISI
1. Meningkatkan mutu kinerja pegawai
2. Membantu guru dalam memahami tujuan pekerjaan dan apa peran pegawai dalam mencapai tujuan tersebut.
3. Membantu atasan dalam melihat secara lebih jelas dalam memahami keadaan dan kebutuhan stafnya.
4. Membentuk moral kelompok yang kuat dan mempersatukan pegawi dalam satu tim yang efektif, bekerja sama secara akrab dan bersahabat secara saling menghargai satu dengan lainnya.
5. Meningkatkan kualitas pekerjaan yang pada akhirnya meningkatkan kwakitas pekerjaan.
6. Menyediakan sebuah sistem yang berupa penggunaan teknologi yang dapat pegawairu dalam pekerjaan.
7. Sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan bagi pimpinan untuk reposisi pegawai.
8. Meningkatkan keefektifan dan keefisienan sarana dan prasarana yang untuk dikelola dan dimanfaatkan dengan baik sehingga mampu mengoptimalkan pemberdayaan pegawai
PRINSIP SUPERVISI
1. Supervisi bersifat memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada guru dan staf sekolah lain untuk mengatasi masalah dan mengatasi kesulitan dan bukan mencari – cari kesalahan.
2. Pemberian bantuan dan bimbingan bantuan dilakukan secara langsung, artinya bahwa pihak yang mendapat bantruan dan bimbingan tersebut tanpa dipaksa atau dibukakan hatinya dapat merasa sendiri serta sepadan dengan dengan kemampuan untuk dapat mengatsi sendiri.
3. Apabila supervisor merencanakan akan memberikan saran atau umpan balik, sebaiknya disampaikan sesegera mungkin agar tidak lupa. Sebaiknya supervisor memberikan kesempatan kepada pihak yang disupervisi untuk mengajukan pertanyaan atau tanggapan.
4. Kegiatan supervisi sebaiknya dilakukan secara berkala misalnya 3 bulan sekali, bukan menurut minat dan kesempatan yang dimiliki oleh supervisor.
5. Suasana yang terjadi selam supervisi berlangsung hendaknya mencrminkan adanya hubungan yang baik entara supervisor dan yang disupervisi tercipta suasana kemitraan yang akrab. Hal ini bertujuan agar pihak yang disupervisi tidak segan – segan mengemukakan pendapat tentang kesulitan yang dihadapi atau kekurangan yang dimilki.
6. Untuk menjaga agar apa yang dilakukan dan yang ditemukan tidak hilang atau terlupakn, sebaiknya supervsor membuat catatan singkat, berisi hal – hal yang penting.

B. PENGERTIAN DELEGASI
Pendelegasian wewnang (delegation of authority) mempunyai arti dan makna yang sangat luas. Untuk jelasnya pengertian pendelegasian wewenang ini, dapat mengutip defenisi-defenisi yang dikemukakan pakar, sebagai berikut:
Drs.H.Malayu S.P.Hasibuan
Pendelegasian wewenang adalah memberikan sebagaian pekerjaan atau wewenang oleh delegator kepada delegate untuk dikerjakan atas nama delegator
Ralph C.davis
Penedelegasian wewenang hanyalah tahapan dari suatu proses ketika penyerahan wewenang, berfungsi melepaskan kedudukan dengan melaksanakan pertanggungjawaban.
Harold Koontz and Cyril O'Donnel
Semua pendelegasian wewenang merupakan pokok yang dapat kembali oleh sipemeberi wewenang. Hal itu adalah suatu sifat wewenang, si pemilik wewenang (manajer) tidak selamanya menyelesaikannya sendiri kekuasaan ini dengan meneyerahkan wewenang itu.
Louis A.Allen
Pendelegasian wewenang adalah dinamika manajemen. Pendelegasian wewenang adalah proses yang diikuti oleh seorang manajer dalam pembagian kerja yang dipikulkan kepadanya, sehingga ia melakukan bagian kerja itu hanya karena penempatan organisasi yang unik, dpat mengerjakan dengan efektif, sehingga ia dapat memperoleh orang-orang lain untuk membantu pekerjaan yang tidak dapat ia kerjakan.

Kesimpulan dari definisi-definisi di atas adalah:
a. Pendelegasian wewenang merupakan dinamika organisasi, karena dengan pendelegasian wewenang ini para bawahan mempunyai wewenang, sehingga mereka dapat mengerjakan sebagian pekerjaan delegator(pimpinan).
b. Pendelegasian wewenang merupakan proses yang bertahap dan yang menciptakan pembagian kerja, hubungan kerja, dan adanya kerja sama dalam suatu organisasi/perusahaan.
c. Pendelegasian wewenang dapat memperluas ruang gerak dan waktu seorang manajer.
d. Pendelegasian wewenang, manajer tetap bertanggung jawab terhadap tercapainya tujuan persahaan.
e. Pendelegasian wewenang menjadi ikatan formal dalam suatu organisasi.
C. PERINSIP UTAMA PENDELEGASIAN
Supervisi dalam praktik keperawatan profesional adalah suatu proses pemberian sumber-sumber yang dibutuhkan perawat menyelesaikan tugas-tugas dalam mencapai tujuan organisasi. Supervis dapat dibedakan menjadi 2 kategori: 1) tugas teknis dan 2) manajerial. Hampir semua tugas teknis didelegasikan oleh supervisor kepada stafnya. Tetepi tugas manajerial tidak dapat didelegasikan semuanya, karena tugas tersebut memrlukan supervisi dan pemberian wewenang. Misalnya, staf dapat menysun suatu perencaan, budget, pembelian, dan kegiatan yang lainnya tetapi tugas untuk membuat persetujuan, rekomendasi, pelaksanaan merupakan hak dan wewenang seorang supervisor.
BAGAIMAN PENDELEGASIAN?
1. Seleksi dan susun tugas.
Sediakan waktu yang cukup untuk menyusun daftar tugas-tugas yang harus dilimpahkan secara rasional dan dapat dilaksanakan oleh staf. Tahap berikutnya yang dilimpahkan secara rasional dan dapat dilaksanakan oleh staf. Tahap berikutnya yang harus dikerjakan secara optimis adalah siapkan laporan yang kontinyu, menjawab setiap pertanyaan, menyiapkan jadwal beruntun, memesan alat-alat, presentasi pada komisi yang bertanggung jawab, dan melaksanakn asuhan keperawatan dan tugas teknis lainnya. Buat suatu daftar secara beruntun dengan 2 kriteria: 1) waktu yang diperlukan dan 2) pentingnya bagi instansi. Tentukan suatu tugas penyalahgunaan wewenang.
2. Seleksi orang yang tepat
Pilih orang yang sesuai untuk melaksanakan tugas limpah tersebut berdasarkan kemampuannya dan persyaratan lainnya. Tepat tidaknya Anda memeilih staf, tergantung dari kemampuan manajer mengenal kinerja staf, kelebihan dan kelemahannya, dan perilakunya.
Hati-hati terhadap pendelegasian yang berlebihan atau yang terlalu sedikit. Jika Anda memberikan delegasi terlalu berlebih, maka staf tidak akan siap untuk menerima keadaan tersebut dan akan berdampak terhadap kegagalan staf dalam melaksanakan tanggung jawabnya untuk tugas yang pertama kali diterimanya. Sebaliknya, delegasi yang terlalu sedikit akan menjadi hal yang sangat buruk efeknya terhadap staf maupun institusi. Pendelegasian jinis ini akan menghabiskan waktu dan sering berakibat terhadap staf.
3. Berikan arahan dan motivasi staf
Salah satu kesalahan dalam pendelegasian adalah tanpa adanya suatu arahan yang jelas. Oleh karena itu pendelegasian lebih baik tertulis dan ajarkan bagaiman melaksanakan tugas limpah tersebut. Jika anda sudah siap untuk memberikan delegasi, anda harus mampu menjawab pertanaan di bawah ini:
1) Apakah saya sudah menjelaskan alasan tentang tugas yang dilimpahkan dan mengapa tugas ini penting dilakukan?
2) Apakag semua tugas sudah jelas dalam otak kita? Haruskan saya menuliskan secara rinci?
3) Jika jawabannya ya, dapatkan saya memberikan instruksi dan prosedur secara rinci kepada tingkatan pemahaman staf?
4) Apakah tugas yang dilimpahkan termasuk memberikan kesempatan staf untuk berkembang dan memotivasi staf secara tepat?
5) Apakah staf anda sudah mendapatkan latihan, pengalaman, dan keterampilan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas tersebut?
Hal terakhir dalam pelaksanaan tugas limpah, penting bagi manajer keperawatan dan staf untuk mencapai suatu kesepakatan terhadap hasil yang anda harapkan.
4. Lakukan supervisi yang tepat.
Anda harus bisa menentukan kapan dan apa yang perlu dilakukan supervis dan bantuan. Sepanjang kontrol/supervisi penting, tergantung bagaimana staf melihatnya.
1) Overcontrol. Kontrol yang terlalu berlebihan akan merusak delegasi yang diberikan. Staf tidak akan dapat memikul tanggung jawabnya dan anda hanya akan terfokus terhadap hal-hal yang tidak didelegasikan.
2) Undercontrol. Kontrol yang kurang juga akan berdampak buruk terhadap delegasi, di mana staf akan tidak produktif melaksanakan tugas limpah dan berdampak secara signifikan terhadap hasil yang diharapkan. Hal ini akan berdampak terhadap pemborosan waktu dan anggaran yang sebenarnya dapat dihindarkan. Berikan kesempatan waktu dan anggaran sebenarnya dapat dihindarkan. Berikan kesempatan waktu yang cukup kepada staf untuk berpikir dan melaksanakan tugas tersebut. Jika anda selalu menekankan terhadap adanya "dedline" staf anda akan mematuhi pola tersebut.


TEKNIK MENDELEGASIKAN TUGAS DAN WEWENANG

Apa inti dari manajemen? Banyak orang yang menjawabnya sebagai Planning, Organizing, Actuating, Controlling (POAC). Jawaban ini benar sepanjang kita melihat dari prosesnya. Ilmu manajemen diperlukan ketika seseorang ingin melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukannya sendiri. Maka benar bahwa pengertian manajemen adalah mencapai sesuatu melalui orang lain. Dengan demikian, kata kuncinya adalah orang lain. Orang yang bisa menyerahkan pekerjaan kepada orang lain sehingga bisa diselesaikan sesuai dengan diinginkannya itulah manajer. Maka manajer yang efektif adalah manajer yang bisa mendelegasikan pekerjaannya. Jadi, inti manajemen adalah delegasi.
Delegasi merupakan teknik yang harus dikuasai oleh setiap orang di perusahaan yang memiliki anak buah. Baik itu direktur utama, presiden direktur, kepala bagian, kepala seksi, ataupun mandor dan supervisor. Untuk apa mereka memiliki anak buah kalau semua pekerjaannya ditangani sendiri? Harapannya dengan menguasai teknik delegasi secara efektif, semua tugas yang dibebankan kepadanya bisa diselesaikan dengan baik. Bawahan merasa dihargai dan dikembangkan. Dengan demikian tercipta suasana kerja yang menyenangkan dan menguntungkan bagi perusahaan, anak buah, maupun atasan.
Seorang pemimpin adalah seorang atasan dalam hal kedudukannya dalam suatu organisasi. Kekuasaan dari kedudukan tersebut memberi hak seorang pemimpin/manajer untuk memerintah. Namun di samping memerintah tugas yang paling penting ialah membina anak buahnya untuk dapat menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik. Jadi tugas seorang pemimpin adalah memimpin, bukan untuk mengerjakan sendiri tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Untuk itu perlu adanya pendelegasian pekerajan kepada bawahan walau hasil akhir dari tugas tersebut tetap menjadi tanggung jawab pimpinan. Dengan pendelegasian tugas maka pimpinan mempunyai banyak waktu untuk memenuhi tanggung jawabnya serta dapat mengembangkan ketrampilannya, sehingga akan lebih berfungsi bagi perusahaan.
Pelaksanaan delegasi memberikan peluang kepada karyawan untuk mengembangkan ketrampilan dan kemampuannya dalam mengambil keputusan. Hal ini untuk mempersiapkan mereka baagi pengembangannya lebih lanjut, karena tidak ada pendidikan diluar kerja yang dapat mengembangkan seorang karyawan secara lebih cepat dan praktis selain pengalaman langsung. Banyak pimpinan yang enggan mendelegasikan tugasnya kepada bawahan dengan beberapa alasan yang kadang tidak bisa dibenarkan misalnya: “Tidak ada waktu untuk melaksanakan delegasi” atau “saya bisa mengerjakannya sendiri”.
Di dalam mempersiapkan pelaksanaan delegasi, pimpinan harus dapat terlebih dahulu mengkaij kegiatannya sehari-hari dan mengurangi pekerjaan-pekerjaan yang memboroskan waktu. Dengan demikian pimpinan dapat mempunyai waktu untuk melaksanakan pendelegasian. Bagian yang paling sukar dalam pelaksanaan pendelegasian ialah menyerahkan pekerajan, karena walau kita percaya bawahan dapat melaksanakan tugas yang diberikan, namun kadang-kadang pimpinan masih ingin terlihat dalam proses pengambilan keputusan. Padahal cara yang terbaik dalam pendelegasian ialah dengan membiarkan karyawan yang ditugaskan untuk memberikan keputusan atas tugas-tugas yang didelegasikan disamping tetap memberikan pembinaan bila hasil/keputusannya kurang benar.
Manajemen merupakan usaha kelompok, jadi tidak ada pimpinan/manajer yang dapat bekerja sendiri secara efektif. Sebagai seorang bawahan harus mempelajari sebanyak mungkin pekerjaan atasan sehingga dapat menyarankan adanya pendelegasian tugas yang dapat membuat atasan dapat mengerjakan pekerjaan yang lebih penting yang memungkinkan dapat dipromosikan, dan pada gilirannya membuka jalan untuk promosi bawahan itu sendiri. Tanpa pelaksanaan delegasi suatu perusahaan tidak akan maju karena perusahaan yang organisasinya kuat itu yang akan maju dan keberhasilan suatu organisasi terletak kepada pimpinan.
1. Kepemimpinan dan Delegasi
2. Mengapa Para Manajer Tidak Melaksanakan Delegasi?
3. Menganalisis Keterampilan Delegasi
4. Memilih Orang yang Tepat
5. Mempersiapkan Pelaksanaan Delegasi
6. Menyediakan Waktu untuk Melaksanakan Delegasi
7. Proses Pelaksaanaan Delegasi
8. Menyerahkan Pekerjaan kepada Orang Lain
9. Berbagai Pedoman untuk Pelaksanaan Delegasi
10. Memonitor Penugasan
11. Mengendalikan Kinerja
12. Mengembangkan Karyawan
13. Nasihat Bagi yang Diserahi Delegasi
14. Delegasi atau Mandeg

I. KEPEMIMPINAN DAN DELEGASI
a. Pemimpin
Kepemimpinan bukanlah suatu proses untuk mencapai hal-hal yang besar oleh diri kita, dan dengan demikian kita memperoleh penghormatan dari para karyawan. Sebaliknya, kepemimpinan, adalah suatu proses untuk mencapai hal-hal yang besar melalui para karyawan kita,dan dengan cara demikian menaikkan pula rasa harga diri mereka. Kepemimpinan juga tidak hanya berarti mengembangkan keterampilan karyawan melalui pelaksanaan delegasi
Seorang pemimpin harus dapat mengidentifikasikan kemampuan khusus seorang karyawan dan memanfaatkannya. Pemimpin juga harus dapat mengidentifikasikan kelemahan dan keterbatasan para karyawan, serta bersedia membantu mereka untuk mengawasinya. Para manager yang hanya memprioritaskan pengembangan keterampilan dan kemampuan diri mereka sendiri serta mengabaikan kebutuhan para karyawan, bukanlah pemimpin yang efektif. Harus disadari bahwa kadang-kadang seorang pemimpin bukanlah seorang atasan. Pemimpin hendaknya jangan menganggap dirinya sebagai atasan dalam hal sikap, tetapi hanya dalam hal kedudukannya di dalam hierarki organisasi. Kekuasaan karena kedudukan tersebut memberikan hak bagi seorang manajer untuk memerintah, namun adanya perhatian dan penghormatan orang lain terhadap dirinya yang menyebabkan perintah tersebut dilaksanakan secara efektif. Tugas seorang pemimpin ialah secara terus-menerus membina orang-orang yang berada dibawah pimpinannya sedemikian rupa sehingga akhirnya mereka dapat menyelesaikan tugas dengan lebih baik dibandingkan bila diselesaikan si pemimpin sendiri.
Bagi manajer, hal itu memerlukan suatu perubahan dalam falsafah kerja mereka. Kita akui saja, kecenderungan kita pada umumnya adalah untuk membuat diri kita sendiri kelihatan hebat,bukan orang lain. Namun, seorang pemimpin yang efektif mempunyai tujuan untuk membuat karyawannya kelihatan lebih baik. Pada kenyataannya,memang benar bahwa semakin baik prestasi para karyawan Anda, maka semakin baik pula prestasi Anda.
Untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif diperlukan kepercayaan diri. Sangat sering terjadi seorang pemimpin harus bersedia menerima titipan kesalahan untuk pekerjaan yang dilaksanakan dengan buruk,padahal yang mengerjakannya orang lain. Sering juga diperlukan kepercayaan diri untuk menyampaikan pujian kepada karyawan anda,padahal sebetulnya anda sangat tergoda utuk menyerap pujian tersebut bagi diri sendiri. Jadi, sekarang anda sadar bahwa tugas pemimpin adalah memimpin, bukan untuk mengerjakan sendiri tugas-tugas yang ada. Pemimpin dinilai berdasarkan caranya memimpin dengan baik. Kepemimpinan berarti mencapai hal-hal besar dengan cara terus-menerus mengembangkan keterampilan dan kemampuan orang-orang yang dipimpin.
b. Delegasi
Masalah yang biasa timbul dengan delegasi ialah kita menghabiskan terlalu banyak waktu untuk mengidentifikasikannya, tetapi kita tidak cukup mempunyai waktu untuk melaksanakannya. Padahal kita tidak cukup mengatakan bahwa delegasi adalah proses penyerahan pekerjaan pada bawahan. Kata kuncinya adalah proses yang dibahas dalam ini adalah proses pelaksanaan delegasi. Pekerjaan yang diserahkan adalah pekerjaan yang berada di dalam bidang tanggung jawab seorang manajer. Kalau tidak, ia tidak akan berada di dalam kedudukan untuk melaksanakan delegasi tersebut. Walaupun dengan melaksanakan delegasi tersebut manajer menganggap bahwa si bawahan bertanggung jawab atas hasilnya, namun tanggung jawab terakhir masih terletak pada manajer itu, yang pada gilirannya ia tetap akan di anggap bertanggung gugat oleh atasan yang lebih tinggi.
Di dalam pembahasan ini, istilah pekerjaan/tugas yang di delegasikan dan penugasan pada intinya dianggap sebagai hal yang sama, hanya dengan perbedaan sebagai berikut: penugasan tidak begitu banyak menyita waktu seorang karyawan, tidak memerlukan begitu banyak pelatihan, dan kepada karyawan tersebut tidak banyak diberikan wewenang (barangkali malah sama sekali tidak di beri wewenang)
Sebagai seorang manajer, berapa banyak wewenang yang dapat anda delegasikan kepada supervisor ? jawabannya adalah sebanyak yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawab bagi tugas-tugas yang harus di laksanakan. Memberikan atau mendelegasikan tanggung jawab tanpa wewenang yang diperlukan, sama sekali bukan merupakan pelaksanaan delegasi, karena dengan demikian tugas-tugas yang ada tidak akan dapat di laksanakan. Anda tidak dapat meminta seorang supervisor atau manajer bertanggung jawab atas pengoperasian suatu pabrik secara efisien tanpa memberinya wewenang untuk mencari atau memecat karyawan, mengubah metode kerja yang dipakai, dan wewenang dalam hal pemakaian uang. Anda tidak dapat meminta seseorang bertanggung jawab atas perbaikan sebuah penerbitan berkala tanpa memberinya wewenang untuk memilih warna kertas, jenis huruf, dan mengubah tata letak.
c. Manfaat Delegasi
Melaksanakan delegasi tidaklah mudah. Pelaksanaan delegasi memerlukan waktu, upaya dan motivasi. Jika anda tidak yakin akan adanya manfaat dalam pelaksanaan delegasi, anda tidak akan termotivasi untuk melaksanakannya. Berikut ini adalah beberapa keuntungan besar yang dapat dipertimbangkan :
1. Memiliki lebih banyak waktu untuk melaksanakan fungsi manajerial Oleh para manajer seharusnya menjalankan fungsi perencanaan, pengorganisasian, penempatan staf, pengarahan, pengendalian dan inofasi. Namun sebaliknya, tanpa adanya delegasi mereka akan terperangkap kedalam berbagai pekerjaan yang remeh, mengatasi kesulitan-kesulitan, menanggapi gangguan, dan memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh orang lain.
2. Meringankan tekanan Kebanyakan manajer berorientasi kepada tindakan-tindakan (action oriented). Mereka lebih senang berada ditengah kegiatan, lebihsenang bertindak ketimbang mengawasi. Tidak adanya pelaksanaan delegasi menyebabkan kecendrungan tersebut tidak dapat di kndalikan.
3. Mengembangkan manusia
Pelaksanaan delegasi juga memungkinkan mereka untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar secara perlahan-lahan dalam lingkungan yang penuh pengertian, untuk mempersiapkan mereka bagi perkembangan lebih lanjut. Pelaksanaan delegasi mendorong mereka untuk lebih kreatif dan menggunakan bakat yang mereka miliki untuk mmpraktekkan keterampilan dalam menyelesaikan persoalan.
4. Menciptakan suasana penuh motivasi
Motivasi hanyalah membantu orang lain untuk meraih apa yang dapat mereka capai. Kaena pelaksanaan delegasi memerlukan pengetahuan tentang tujuan, kemampuan, dan keinginan pribadi karyawan, maka akan lebih baik jika manajer dapat memberikan peluang kepada para individu untuk menonjol dalam bidang yang sesuai dengan kemampuan mereka khususnya.
II. MENGAPA PARA MANAJER TIDAK MELAKSANAKAN DELEGASI
1. Indikator Tidak Efektifnya Delegasi Dengan melaksanakan delegasi yang efektif akan ada waktu yang dihemat. Pelaksanaan delegasi tersebut akan menyebabkan anda dapat memusatkan perhatian kepada berbagai kegiatan yang penting dan berarti. Sayang sekali, ada orang yang mengira bahwa mereka melaksanakan delegasi, padahal sebenarnya mereka hanya memberikan tugas kepada bawahannya. Beberapa orang sebetulnya hanya melimpahkan pekerjaannya kepada bawahan tanpa adanya pelatihan ataupun tindaklanjutnya.
2. Sindrom Pekerjaan Sendiri Mengerjakan sendiri sebagai hal jarang bisa dibenarkan, kecuali jika hal itu sesuai dengan tuntutan anda sendiri. Jika anda seorang manajer, dengan bebefapa anak buah yang bertanggung jawab kepada anda adalah menjadi tugas anda untuk mendelegasikan sebanyak mungkin pekerjaan. Dengan asumsi bahwa anda menerima gaji yang lebih tinggi ketimbang bawahan anda benar-benar tidak dapat bekerja sendiri. Tugas seorang manajer adalah menyelesaikan pekerjaannya melalui orang lain, bukan untuk mengerjakannya sendiri. Jika pelaksanaan delegasi merupakan suatu cara yang begitu ideal untuk mengembangkan bawahan dan membebaskan manajer untuk dapat mengerjakan hal-hal yang mempunyai prioritas yang lebih tinggi, lalu mengapa orang begitu enggan melaksanakan delegasi? Berikut ini disampaikan beberapa alasan yang bisa dikemukakan, dan satu atau dua komentar yang dapat mengungkapkan bahwa alasan tersebut tidak benar.
3. Tidak Ada Waktu Untuk Melaksanakan Delegasi Itu merupakan suatu alasan yang biasa, karena pelaksanaan delegasi memerlukan pelatihan dan pelatihan tersebut memerlukan waktu. Jauh lebih cepat untuk mengerjakan sendiri suatu pekerjaan ketimbang melatih orang lain untuk mengerjakannya. Hal tersebut dapat dimengerti jika pekerjaan itu hanya dilakukan sekali seumur hidup.
4. Saya Bisa Mengerjakannya Lebih Baik Ketimbang Orang Lain. Tentu saja begitu: bagaimanapun juga lihat saja beberapa sering anda mengerjakannya? Namun dengan pelatihan dan pengalaman, bawahan anda dapat melakukannya dengan baik. Mungkin pada awalnya anda menganggap penyelesaiannya kurang sempurna. Dalam hal demikian bandingkanlah pekerjaan yang telah mereka lakukan tersebut dengan pekerjaan anda lakukan saat anda memulai pekerjaan bertahun-tahun yang lalu. Jangan membandingkannya dengan kinerja anda sekarang.
5. Saya Senang Mengerjakannya Baik. Bayangkan saja betapa para karyawan anda pun akan senang mengerjakannya! Tidak ada yang dapat memberikan motivasi lebih besar selain tugas yang menantang dan menarik. Pada gilirannya, anda sendiri akan dapat mengerjakan berbagai tugas yang lebih menarik, lebih menantang, dan lebih menguntungkan.
6. Hal Tersebut Merupakan Kebijakan Perusahaa Sebuah kebijakan adalah suatu pedoman bukan suatu peraturan.
7. Itu Sudah Menjadi Kebiasaan Mungkin saja. Semakin sering kita mengerjakan sesuatu, hal itu akan semakin menjadi kebiasaan. Namun kebiasaan dapat dihilangkan jika anda dengan sadar berniat untuk melakukannya.
8. Para Karyawan Tidak Mampu Jangan menganggap remeh mereka. Apakah pendapat anda tersebut didasarkan pada prestasi mereka saat ini ataukah pada apa yang dapat mereka lakukan setelah diberi pelatihan yang baik dan terus menerus.
9. Para Karyawan Terlalu Sibuk Untuk Melakukan Pekerjaan Lebih Sudah pasti. Tetapi, mereka itu sibuk untuk apa? Apakah tidak ada pekerjaan remeh yang dapat dihapuskan tanpa adanya dampak buruk terhadap tujuan perusahaan? Para karyawan hendaknya mengerjakan tugas-tugas yang penting dan sangat perlu, bukan pekerjaan yang “baik untuk dikerjakan”.
III. MEMPERSIAPKAN PELAKSAAN DELEGASI
Periksalah kegiatan Anda. Jika Anda persis seperti kebanyakan para manajer lain, maka Anda akan terlalu sibuk untuk dapat duduk dan mengklasifikasi kegiatan yang Anda lakukan. Tetapi jika Anda dapat mengkaji kegiatan tersebut maka hal itu dapat digolongkan menjadi :
1. Prioritas
Ini merupakan kegiatan terpenting yang secar alangsung berkonstribusi kepad apencapaian sasaran Anda pribadi dan sasaran perusahaan. Prioritas merupakan tugas pokok yang hany akan menghabiskan 20 persen waktu tetapi waktu menghasilkan kira-kira 80 persen daris eluruh hasil kerja anda. Kegiatan ini mencakup perencanaan, pemberian, motivasi, dan pelaksanaan evaluasi bagi karyawan, pendelegasian, petapan, sasaran, pengembangan profesional, pembaruan diri, dan pemeliharaan hubungan bisnis yang penting. Semua kegiatan yang berada dalam bidang tanggung jawab seorang manajer, seperti perencanaan, penmgorgansiasian, pengangkatan staf, pengarahan, pengendalian, pelaksanan, inovais, dna mewakili perusahaan “prioritas:. Bisanya tugas-tugas itu bersifat jangka pangjang, tidak mendesak, dna bahayanya adalah mudah ditunda bila Anda terlalu memusatkan perhatian kepada kegiatan sehari-hari yang lebih mendesak dan sebetulnya tidak begitu penting. Kekurangefisienan para manajer biasanya disebabkan oleh tidak cukupnya waktu yang digunakan untuk kegiatan perioritas.
2. Kegiatan yang Memerlukan waktu
Ini merupakan kegiatan yang relatif penting yang memang berkonstibusi terhadap pencapaian sasaran, walaupun tidak sepenting prioritas. Sebagian besar rapat, pembicaraan telepon, perjalanan dinas, korespondensi, pembuatan laporan dan bahan tertulis termasuk dalam kateorgi ini. Rapat atau laporan berkala.
Para manajer menghabiskan kira-kira 40 sampai 45 persen dari waktu sampai 45 persen dari wkatu mereka untuk kategori kegiatan ini.
3. Kegiatan Yang ingin dilakukan
Kegiatan semacam ini berguna, dna membuat lingkungan kerja menjadi lebih nyaman, misalnya, tidaklah terlalu perlu bahwa jendela-jendela diberishkan, arsip disusutkan, tetapi memang hal semcam itu ingin dilakukan oleh siapun. Namun demikian, kegiatan itu tidak sepenting seperti kegiatan yang memerlukan waktu, dan akibatnya tidak begitu besar jika dilaksanakan dengan tidak bergitu baik.
4. Kegiatan yang memboroskan waktu
Ini merupakan kegiatan remeh dan tidak penting yang sama sekali tidak berkonstribusi kepada pencapaian sasaran pribadi atau sasaran perusahaan, kira-kira 10 sampai 15 persen pekerjaan seorang manajer dihabiskan dengan membuang-buang waktu seperti mencari barang yang salah taruh, membolak-balik kertas, mendapat gangguan, mengingat-ingat kembali karena lalai, menunda-nunda dan sebagainya, memboroskan bewaktunya.

III MENYEDIAKAN WAKTU UNTUK MELAKSANAKAN DELEGASI
1. Aturlah diri sendiri
Pelaksanaan delegasi merupakan cara yang baik untuk meringankan beban kerja. Namun, jika Anda melaksanakan delegasi hanya kalau sedang kebanjiran pekerjaan, Anda pasti tidak akan melaksanakan dengan baik. Dalam keadaan seperti itu, anda terpaksalah melimpahkannya dengan baik. Dalam keadaan seperti itu, Anda terpaksa melimpahkan pekerjaan kepada orang lain seolah-olah karena putus asa, tanpa cukup waktu untuk membuat perencanaan dan melakukan pelatihan terlebih dahulu . Mungkin akan diperlukan lebih banyak ketimbang waktu yang diharapkan dapat dihemat melalui pelaksanaan delegasi.
2. Gunakan Arsip Tindak lanjut
Suatu sistem tidak lanjut membantu kita untuk mengatur diri sendiri. Sistem itu membantu kita menggosongkan meja dari kertas-kertas, memaksa kita menjadwalkan tugas untuk tanggal tertentu, dan mencegah kita melupakan langkah-langkah tindak lanjut serta tenggat yang sudah ditentukan.
Namun, sebelum membuat sistem tersebut, pastikan bahwa Anda akan tetap menggunakannya ! Bila anda meletakkan sesuatu dalam arsip tindka lanjut, maka Anda telah menjadwalkan untuk mengerjakannya pada suatu tanggal tertentu.
3. Pengatur Diri (Personal Organizer)
Saya telah mengembangkan apa yang saya namakan “pengatur diri” yang telah menjadi alat manajemen waktu yang sangat berguna. Alat itu mencatat semuanya yang terus terjadi dan terus-menerus memberitahukan kepada saya tentang apa yang harus saya kerjakan. Pesan atau nomor telepon tidak akan hilang lagi dan langkah tindak lanjut tidak akan terlupakan.
4. Tata Ruang Kantor
Orang yang sering kali saling berurusan hendaknya duduk di lokasi yang sama atau berdekatan. Pertimbangkan penggunaan berkas, rak lemari, atau penyekat ruang yang dapat dipindah-pindahkan . Ingatlah, jika stau orang menghabiskan 15 menit sehari untuk mendapatkan bahan atau bolak-balik dari dan ke meja kerjanya, itu berarrti setiap tahunnya kehilangan waktu kerja 2 minggu. Jadi,pastikanlah bahw aruang kerja Anda diatur dengan baik.
Dengan mengatur diri Anda, ruang kerja, berkas-berkas, dan dengan menggunakan kebiasaan kerja yang efektif, Anda akan dapat menghemat waktu setengah jam atau lebih setiap hari.
5. Manfaatkan wkatu sekretaris anda dengan bijaksana
Berdasarkan sebuah penelitian ditemukan bahwa kebanyakan sekretaris kurang dimanfaatkan dan kurang diberi motivasi. Menurut peneltitian itu, yang telah melibatkan beberapa ribu sekretaris selam ajagka wkatu 5 tahun, dapat diambil kesimpulan bahwa rata-rata waktu yang mereka bagi sebagai berikut :
37% untuk administrasi
25% untuk mengetik, stenografi, dan pemoresan kerja
19% untuk “pergi keluar” untuk keperluan apa saja
14% tidak ada kegiatan sama sekali
5% untuk urusan kantor yang bersifat pribadi dan tidak produktif seperti istirahat dan minum kopi.
Dari penelitian tersebut dpaat disimpulkan juga bahwa jika suatu perusahaan memerlukan seorang karyawan untuk dinas luar, maka harus direkrut orang yang khusus untuk tugas tersebut. Sementara itu, kunci untuk memperbaiki produktivitas sekretaris ialah menjadikannya sebagai bagian dari tim kotor. Ini dapat dilakukan dengan pelaksanaan delegasi karena kebanyakan sekretaris mempunyai kemampuan lebih besar ketimbang yang diperkirakan oleh atasan mereka.
6. Aturlah Juru Tik Anda
Apakah Anda pernah harus menegur sekretaris atau juru tik karena surat Anda belum ditik pada saat Anda memerlukannya ? itu tidak mengherankan. Kebanyakan juru tik menyimpan semua surat dalam satu map, dan sering kali mengetik surat yang paling atas tanpa memikirkan prioritas kepentingannya.
Pada beberapa kesempatan manajarlah yang harus bertanggung jawab atas kesalahan tersebut. Adalah tanggung jawab Anda untuk menuliskan tanggal penyelesaian yang diinginkan pada setiap pekerjaan pengetikan yang Anda tugaskan.
IV PROSES PELAKSANAAN DELEGASI
1. Memutuskan Apa yang harus Didelegasikan
Salah satu langkah utama yang harus diambil bila memutuskan apa yang harus didelegasikan ialah mengadakan suatu analisis lengkap tentang kegiatan pekerjaan. Buatlah formulie seperti diperlihatkan pada gambar 11. pada kolom sebelah kiri, tuliskan semua kegiatan yang Anda lakukan dan keputusan yang bisa diambil. Jangan sampai ada yang terlewat. Jika anda yang harus membuka pintu kantor pada pagi hari, tuliskanlah itu. Jika Anda kadang-kadang menerima telepon untuk atasan Anda, catatlah itu.
2. Analisis Kegiatan
Kemudian, untuk setiap kegiatan, perkirakanlah waktu yang diperlukan tiap bulan untuk mengerjakannya, dan catatlah angka itu pada kolom sebelah kanan. Barangkali baru untuk pertama kali inilah Anda mengetahui jumlah waktu yang Anda gunakan untuk berbagai kegiatan itu. Hal tersebut akan membuat Anda mengerti berapa biaya atau nilai kegiatan tersebut bagi Anda dan perusahaan Anda. Anda juga harus berhati-hati untuk tidak merasionalisasikan alasan mengapa Anda mempertahankan suatu pekerjaan. Jujurlah terhadap diri sendiri. Tak akan ada orang lain yang perlu melihat catatan itu.
Pelaksanaan delegasi mencakup proses pelatihan dan pengembangan, dan semua karyawan Anda harus diikutsertakan dalam proses ini. Anda harus membuat seimbang semua beban kerja pada waktu delegasi dilaksanakan. Tidaklah praktis untuk menugaskan semuanya kepada satu orang saja. Namun, jika memang hanya terdapat satu orang yang menurut pendapat Anda mempunyai pendidikan latar belakang, dan kemampuan yang diperlukan untuk diberi pelatihan bagi tugas khusus tersebut, maka masukkanlah hanya satu itu saja. Pada awalnya pembinaan dan pelatihan memang memerlukan waktu. Tetapi jika Anda melihat hasilnya, maka investasi tersebut akan sepadan nilainya.
Setelah Anda tahu perkiraan jumlah waktunya, Anda harus menentukan bagaimana caranya sehingga mereka akan terbebas dari pekerjaan rutin sebanyak waktu tersebut. Ada kemungkinan bahwa waktu mereka sudah cukup tersedia, tetapi lebih besar kemungkinanya bahwa Anda harus menghilangkan, menggabungkan, atau memberikan kepada orang lain beberapa pekerjaan yang sekarang sedang mereka tangani.
3. Mengklarifikasi Penugasan Anda
Pada saat memberikan tugas kepada seorang karyawan, pastikan bahwa Anda telah memberikan semua informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas itu. Jangan sekali-kali beranggapan bahwa para karyawan mengerti seluruh penjelasan Anda tentang tugas itu. Walaupun sangat penting bagi Anda bahwa mereka sungguh-sungguh mengerti apa yang Anda katakan, jangan menghina dengan meminta mereka untuk mengulangi apa yang telah Anda katakan. Cara itu sudah kuno.
V MENYERAHKAN PEKERJAAN KEPADA ORANG LAIN
Biarkan Karyawan Anda yang Memutuskan. Bagian yang paling sukar dalam pelaksanaan delegasi ialah menyerahkan pekerjaan. Walaupun kita percaya kepada seseorang dan telah menjelaskan apa yang diharapkan dari tugas itu, kita sering kali masih ingin terlibat dalam proses pengambilan keputusannya.

VII BERBAGAI PEDOMAN UNTUK PELAKSANAAN DELEGASI
a. Memahami perlunya delegasi
Sebagai pimpinan / manajer, tugas penting yang harus diprioritaskanm ialah perencanaan, pengorganisasian, penempatan staf, pemberian bimbingan, pengendalian, inovasi dan mewakili perusahaan dimana manajer bekerja, jadi seorang manajer tidak harus menghabiskan waktunya untuk menjawab surat- surat rutin, dan menerima telepon, mencari arsip dilemari atau mengikuti rapat yang berprioritas mudah. Untuk hal-hal tersebut diatas cukup disesuaikan/didelegasikan kepada anak buah.
Peraturan umum untuk delegasi sebagai berikut :
1. Kalau tidak perlu, buanglah
2. Kalau perlu, tapi dapat dikerjakan orang lain delegasikanlah
3. Kalau tidak dapat didelegasikan dan sangat perlu untuk pencapaian sasaran, kerjakanlah sendiri seefektif mungkin.
Beberapa pedoman untuk pelaksanaan delegasi :
1. Kenalilah anak buah, atasan harus mengenal betul karyawan yang menjadi bawahan/anak buahnya, mengetahui motivasinya, kemampuannya, tanggung jawabnya dan kepribadiannya.
2. Berkomunikasi dengan baik, bila akan mendelegasikan tugas, sebaiknya dijelaskan secara gamblang, sehingga yang bersnagkutan tidak perlu bertanya-tanya, atau mengerjakan dengan salah, karena, kurang jelas hal tersebut merupakan pemberatan waktu.
3. Delegasi tugas yang aktif.
4. Jangan mendelegasikan hanya untuk tugas-tugas yang remeh, karena pelaksanaan delegasi adalah membagi pekerjaan kepada anak buah termasuk tugas penting yang sangat menonjol dan juga tugas rutin.
5. Meminta didelegasikan dalam waktu tertentu
6. Percayailah bawahan Anda, jangan selalu diawasi, dan mencampuri cara kerjanya atau menyalahkan jika mereka membuat kesalahan. Bila terjadi kesalahan sebaiknya diberikan umpan balik dalam bentuk saran terbaik dan beri kritik & keluhan.
VIII MEMONITOR PENUGASAN
a. Catatan Pelaksanaan Delegasi
Apabila kita mendelegasikan pekerjaaan kepada anak buah, kita harus mempunyai catatan tentang tanggal kapan pekerjaan itu harus delegasi.
Untuk keperluan tersebut, kita perlu mebuat formulir catatan pelaksanaan delegasi yang memuat tanggal penugasan, jenis tugas, tanggal selesai dan keuangan, formulir dimaksud sangat perlu, sehingga kita tidak perlu terus menerus menanyakan kepada karyawan yang diberi tugas. Juga penting bagi kita agar tidak lupa untuk mengadakan tindak lanjut.
Sediakanlah formulir untuk setiap orang yang diberi tugas dan gunakan formulir tersebut sebagai acuan pada waktu pernilaian prestasi.
Catatan pelaksanaana delegasi dapat membantu kita untuk mengetahui, apakah kita telah merata memberikan tugas kepada karyawan. Jadi tidak hanya kepada satu atau dua orang saja, karena mungkin secara tidak sadar memberikan tugas yang berlebihan kita harus memperhatikan juga kesehatan mereka.
IX Seorang atasan harus adil terhadap semua karyawannya, baik itu perhatian maupun pemberian tugas. Atasan harus mampu memberikan bimbingan, nasihat dan dorongan. Karyawan akan menghargai atasannya yang menaruh perhatian kepada mereka, yang terbuka dan yang percaya kepada mereka. Tunjukkan perhatiannya dulu kepada orangnya, baru kepada pekerjaannya.
Seorang atasan / manajer berkewajiban untuk melatih, membimbing, memebrikan motivasi, mengevaluasi, menghadiri dan memberikan ganjaran kepada karyawannya untuk mencapai kinerja untuk memuaskan.
Apabila ada karyawan yang membuat kesalahan, yang mereka butuhkan bukannya kritik dari atasan tetapi perlindungan. Bantulah membangun kembali rasa percaya diri, dan mintalah saran mereka tentang bagaimana mencehag kemungkinan akan terulangnya kembali kesalahan dikemudian hari.
Agar dapat berkarya secara memadai, mereka harus terus menerus mendapatkan umpan balik tentang bagaimana hasil pekerjaan mereka dan apapun dapat mereka lakukan untuk meningkatkan efektifitas kerja. Oleh karena itu diperlukan penilaian kerja.
Penilaian kerja tidak saja untuk menyiapkan jenjang pengembangan diri tetapi juga memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan kenaikan gaji.
X MENGEMBANGKAN KARYAWAN
a. Komunikasi Melalui Kekuatan Yang Demiliki Karyawan
Akan tetapi, Anda tidak mempunyai pilihan lain. Lebih baik mempunyai karyawan yang bermotivasi tinggi dan terampil selam dua tahun, ketimbang memiliki karyawan yang sedang-sedang saja dan tidak mempunyai karyawan yang bermotivasi tinggi dan terampil saja dan tidak mempunyai motivasi selama 20 tahun!
Namun, Anda tidak dapat benar-benar mengembangkan orang. Apa yang dapat Anda laku-kan ialah menyediakan suatu lingkungan yang mendorong mereka untuk mengembangkan diri.
Banyak manajer mencoba merangsang semangat bawahannya dengan setiap kali membidik ke arah kelemahan mereka. Mereka menggunakan teknik “sandwich” dalam penilaian kinerja, yaitu dengan membuat seorang karyawan merasa tersanjung karena sejumlah komentar yang menyenangkan mengenai kinerjanya, baru kemudian membeberkan kekuarangan dan kelemahannya secara panjang lebar. Akhirnya, mereka menutup pembicaraan dengan beberapa komentar postif lagi mengenai kinerjanya, sang karyawan agar tidak meninggalkan kegetiran dalam hatinya setelah berakhirnya wawancara itu.
Sebaiknya Anda menekankan pada aspek positif kinerja karyawan tersebut; kekuatan, keterampilan yang utama, sasaran yang telah dicapai, dan potensi yang dipelihatkannya. Penekanan ini harus dipertahankan selama wawancara. Manajer sebaiknya menyadari kelemahan karyawan, namun hendaknya berkomunikasi melalui kekuatannya. Kelemahan dan kegagalan memang tidak boleh diabaikan selama wawancara itu, tetapi hal-hal tersebut akan muncul dengan sendirinya selama pembicaraan tentang kekuatan. Kebanyakan karyawan ingin memperbaiki kelemahan apapun yang tampaknya menghalangi kinerja mereka jika mereka menerima cukup pengakuan bagi prestasi mereka.
b. Motivasi Bawahan
Ada banyak teori tentang motivasi ketimbang jumlah manajer yang dapat mempraktekkannya, tetapi kebanyakan teori itu mempunyai beberapa persamaan :
• Anda tidak dapat “memotivasi” orang, mereka memotivasi diri sendiri.
• Perilaku selalu berorientasi pada suatu sasaran
• Tidak ada dua orang yang memberikan reaksi yang persisi sama dalam suatu keadaan tertentu.
Setiap orang berbeda perilakunya dan mempunyai cita-cita yang berbeda pula, tergantung kepada faktor-faktor seperti umur, kedudukan, kepuasan kerja, situasi rumah tangga, dan status finansialnya. Kita harus menyadari bahwa orang merupakan individu yang mempunyai kebutuhan yanag berbeda, dan sama sekali tidak benar untuk memperlakukan semua orang dengan cara yang sama. Apa yang memotivasi seseorang untuk unggul mungkin tidak dapat diterima atau tidak penting bagi orang lain.
Faktor terpenting dalam motivasi adalah mengenali orang. Apa cita-cita pribadi mereka? Di mana tempat mereka dalam “hierarki kebutuhan “Ma slow? Apa yang penting bagi mereka ? Tidaklah realistis untuk beranggapan bajwa para karyawan tidak bermotivasi terhadap uang.
Supaya benar-benar mempunyai motivasi, pekerjaan seseorang (dan lingkungan kerjanya) harus dapat memberikan prestasi yang memenuhi kepuasan diri dan membantu orang itu dalam pencapaian cita-cita pribadinya.
Pilihlah orang dengan seksama. Pahamilah kebutuhan mereka, dan delegasinya pekerjaan yang memberikan hasil yang sesuai dengan cita-cita pribadi mereka. Berikan imbalan ekstrinsik yang cukup seperti gaji, tunjangan, pengakuan dan sebagainya untuk memuaskan kebutuhan mereka.
Kemudian, untuk membantu mereka.
Pilihlah orang dengan seksama. Pahamilah kebutuhan mereka, dan delegasikan pekerjaan yang memberikan hasil yang sesuai dengan cita-cita pribadi mereka. Berikan imbalan ekstrinsik yang cukup seperti gaji, tunjangan, pengakuan dan sebagainya untuk memuaskan kebutuhan mereka.
Kemudian, untuk membantu mereka memberikan motivasi kepada diri sendiri, jangan ganggu mereka. Bimbinglah mereka, berikan bantuan, tetapi jangan melumpuhkan mereka.

X NASIHAT BAGI YANG DISERAHI DELEGASI
Pelaksanaan delegasi bukan saja menghemat waktu, tetapi juga suatu cara untuk mengembangkan orang. Tak ada cara lebih baik untuk mengembangkan kemampuan mengambil keputusan dan kemungkinan untuk dipromosikan selain menerima tanggung jawab yang lebih besar, yang disertai wewenang untuk melaksanakannya.
Sesungguhnya, mungkin ada pekerjaaan yang dapat anda tangani sekarang tanpa diberikan suatu pelatihan pun.

XI DELEGASI ATAU MANDEG
a.Membangun Masa Depan Yang Kuat
Tanggung jawab setiap orang didunia ini ialah untuk meneruskan kepada generasi berikuttnya sebanyak mungkin pengetahuan yang telah ia peroleh. Jika hal-hal yang dipelajari melalui pengalaman, pendidikan, dan pelatihan harus dikubur bersama dengan kita masing-masing, betapa besar kerugiannya bagi umat manusia ! Maing-masing dari kita mengalami hidup ini secara berbeda-beda. Jika kita memisahkan diri dari orang lain, alangkah bodohnya kita ini. Kita harus mengumpulkan pengetahuan kita, menambahkannya bagi ilmu pengetahuan yang sedang cepat berkembangan, dan membuatnya sebagai salah satu sumber daya yang berguna sekali bagi generasi mendatang.

XII PENUTUP
Kesimpulan atas apa yang telah kami terangkan diatas ialah bahwa pendelegasian tugas kepada anak buah sangatlah penting baik bagi atasan maupun anak buah itu sendiri. Bagi atasan pendelegasian dapat mengurangi tugas-tugas yang di bebankan kepadanya dan mempunyai banyak waktu untuk memenuhi tanggung jawabnya serta dapat mengembangkan keterampilannya yang berguna untuk perusahaan. Bagi anak buah, pendelegasian tugas dapat memberikan peluang untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuannya. Juga merupakan motivasi untuk lebih baik bekerja. Apabila suatu perusahaan seluruh pimpinannya baik dari direktur sampai dengan pimpinan yang paling rendah dapat melaksanakan pendelegasian tugas pada bawahannya, maka dapat diharapkan perusahaan itu akan maju.

INDIKATOR KINERJA
Pendahuluan

Kinerja (performance) menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut terjadi sebagai konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi. Mutu tidak terpisahkan dari standar, karena kinerja diukur berdasarkan standar. Melalui kinerja klinis perawat dan bidan, diharapkan dapat menunjukkan kontribusi profesionalnya secara nyata dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan, yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan secara umum pada organisasi tempatnya bekerja, dan dampak akhir bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Untuk mengukur kinerja perawat dan bidan pada tatanan klinis, digunakan "indikator kinerja klinis" sebagai langkah untuk mewujudkan komitmennya guna dapat menilai tingkat kemampuan individu dalam tim kerja. Dengan demikian, diharapkan kesadaran akan tumbuh, mau, dan mampu mengidentifikasi kualitas kinerja masing-masing, untuk dimonitor, diperbaiki serta ditingkatkan secara terus menerus. Model pengembangan dan manajemen kinerja klinis (SPMKK) bagi perawat dan bidan, dimulai dari elemen terkecil dalam organisasi yaitu pada tingkat "First Line Manager", karena produktifitas (jasa) berada langsung ditangan individu-individu dalam kerja tim.

Namun demikian komitmen dan dukungan pimpinan puncak dan stakeholder lainnya tetap menjadi kunci utama. Bertemunya persepsi yang sama antara dua komponen tersebut dalam menentukan sasaran dan tujuan, merupakan modal utama untuk meningkatkan kinerja dalam suatu organisasi. Menentukan tingkat prestasi melalui indikator kinerja klinis akan menyentuh langsung faktor -faktor yang menunjukkan indikasi-indikasi obyektif terhadap pelaksanaan fungsi/tugas seorang perawat atau bidan, sejauh mana fungsi dan tugas yang dilakukan memenuhi standar yang ditentukan.
Pengertian Kinerja

Kata kinerja (performance) dalam konteks tugas, sama dengan prestasi kerja. Para pakar banyak memberikan definisi tentang kinerja secara umum, dan dibawah ini disajikan beberapa diantaranya:
1. Kinerja: adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu (Bernardin dan Russel, 1993).
2. Kinerja: Keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan (As'ad, 1991)
3. Kinerja adalah pekerjaan yang merupakan gabungan dari karakteristik pribadi dan pengorganisasian seseorang (Kurb, 1986)
4. Kinerja adalah apa yang dapat dikerjakan sesuai dengan tugas dan fungsinya (Gilbert, 1977)

Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu

1. Kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan tingkat kinerjanya.
2. Produktifitas: kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome).

Dari berbagai pengertian tersebut diatas, pada dasarnya kinerja menekankan apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar (out-come). Bila disimak lebih lanjut apa yang terjadi dalam sebuah pekerjaan atan jabatan adalah suatu proses yang mengolah in-put menjadi out-put (hasil kerja). Penggunaan indikator kunci untuk mengukur hasil kinerja individu, bersumber dari fungsi-fungsi yang diterjemahkan dalam kegiatan/tindakan dengan landasan standar yang jelas dan tertulis. Mengingat kinerja mengandung komponen kompetensi dan produktifitas hasil, maka hasil kinerja sangat tergantung pada tingkat kemampuan individu dalam pencapaiannya.


Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang antara lain :

Faktor individu: kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman tingkat sosial dan demografi seseorang.
Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja
Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system)

Tujuan

1. Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu maupun dalam kelompok setinggi tingginya. Peningkatan prestasi kerja perorangan pada gilirannya akan mendorong kinerja staf.
2. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan meningkatkan hasil kerja melalui prestasi pribadi.
3. Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyampaikan perasaannya tentang pekerjaan, sehingga terbuka jalur komunikasi dua arah antara pimpinan dan staf.


Kinerja Klinis

Pengembangan dan managemen kinerja pada dasarnya sebuah proses dalam managemen sumber daya manusia. Implikasi dari kata "manajemen" berarti proses diawali dengan penetapan tujuan dan berakhir dengan evaluasi. Kata "klinis" menunjukkan bahwa kegiatan yang dilaksanakan berada pada tatanan pelayanan langsung kepada asuhan pasen.
Secara garis besar ada lima kegiatan utama yaitu:
1. Merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dicapai oleh seorang perawat/bidan dan disepakati oleh atasannya. Rumusan ini mencakup kegiatan yang dituntut untuk memberikan kontribusi berupa hasil kerja (outcome).

2. Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu, termasuk penetapan standar prestasi dan tolak ukurnya.
3. Melakukan "monitoring", koreksi, memfasilitasi serta memberi kesempatan untuk perbaikan.
4. Menilai prestasi perawat/bidan tersebut dengan cara membandingkan prestasi aktual dengan standar yang telah ditetapkan.
5. Memberikan umpan balik kepada perawat/bidan yang dinilai berhubungan dengan seluruh hasil penilaian. Pada kesempatan tersebut atasan dan staf mendiskusikan kelemahan dan cara perbaikannya untuk meningkatkan prestasi berikutnya.

Pengertian Indikator

Ada beberapa pengertian yang disampaikan oleh para pakar antara lain:
1. Indikator adalah pengukuran tidak langsung suatu peristiwa atau kondisi. Contoh: berat badan bayi dan umurnya adalah indikator status nutrisi dari bayi tersebut ( Wilson & Sapanuchart, 1993).
2. Indikator adalah variabel yang mengindikasikan atau menunjukkan satu kecenderungan situasi, yang dapat dipergunakan untuk mengukur perubahan (Green, 1992).
3. Indikator adalah variable untuk mengukur suatu perubahan baik langsung maupun tidak langsung (WHO, 1981)

Ada dua kata kunci penting dalam pengertian tersebut diatas adalah pengukuran dan perubahan. Untuk mengukur tingkat hasil suatu kegiatan digunakan "indikator" sebagai alat atau petunjuk untuk mengukur prestasi suatu pelaksanaan kegiatan. Indikator yang berfokus pada hasil asuhan kepada pasen dan proses-proses kunci serta spesifik disebut indikator klinis. Indikator klinis adalah ukuran kuantitas sebagai pedoman untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas asuhan pasen dan berdampak terhadap pelayanan. Indikator tidak dipergunakan secara langsung untuk mengukur kualitas pelayanan, tetapi dapat dianalogikan sebagai "bendera" yang menunjuk adanya suatu masalah spesifik dan memerlukan monitoring dan evaluasi. Dalam beberapa kegiatan, mungkin tidak relevan mengukurnya dengan ukuran kuantitatif untuk mengambil suatu keputusan. Sebagai contoh dalam komunikasi: bagaimana kualitas komunikasi interpersonal antara perawat - pasen, maka pengukurannya adalah melalui observasi langsung untuk mengetahui bagaimana kualitas interaksinya. Monitoring dilakukan terhadap indikator kunci guna dapat mengetahui penyimpangan atau prestasi yang dicapai. Dengan demikian setiap individu akan dapat menilai tingkat prestasinya sendiri (self assesment).

Indikator Memiliki Karakteristik sebagai berikut :

1. Sahih (Valid) artinya indikator benar-benar dapat dipakai untuk mengukur aspek-aspek yang akan dinilai.
2. Dapat dipercaya (Reliable): mampu menunjukkan hasil yang sama pada saat yang berulang kali, untuk waktu sekarang maupun yang akan datang.
3. Peka (Sensitive): cukup peka untuk mengukur sehingga jumlahnya tidak perlu banyak.
4. Spesifik (Specific) memberikan gambaran prubahan ukuran yang jelas dan tidak tumpang tindih.
5. Relevan: sesuai dengan aspek kegiatan yang akan diukur dan kritikal contoh: pada unit bedah indikator yang dibuat berhubungan dengan pre-operasi dan post-operasi.

Klasifikasi Indikator

Sistem klasifikasi indicator didasarkan atas kerangka kerja yang logis dimana kontinuum masukan (input) pada akhirnya mengarah pada luaran (outcomes).
Indikator input merujuk pada sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas al: personel, alat/fasilitas, informasi, dana, peraturan/kebijakan.
Indikator proses adalah memonitor tugas atau kegiatan yang dilaksanakan.
Indikator output : mengukur hasil meliputi cakupan, termasuk pengetahuan, sikap, dan perubahan perilaku yang dihasilkan oleh tindakan yang dilakukan. Indikator ini juga disebut indicator effect.
Indikator outcome : dipergunakan untuk menilai perubahan atau dampak (impact) suatu program, perkembangan jangka panjang termasuk perubahan status kesehatan masyarakat/penduduk.

Ilustrasi dari kontinuum indikator dengan contoh kegiatan imunisasi: Input meliputi peralatannya, vaksin dan alat proteksi dan staf yang terlatih, proses adalah kegiatan dalam melakukan aktifitas pemberian imunisasi, output meliputi cakupan pemberian meningkat adalah (output), dan outcome adalah dampaknya sebagai efek output antara lain menurunnya morbiditas dan mortalitas dari upaya pencegahan penyakit melalui immunisasi (outcome)

Indikator Kinerja Klinis

Mengidentifikasi indikator yang tepat untuk suatu tindakan klinis yang memerlukan pertimbangan yang selektif dan membangun konsesus diantara manager lini pertama (First Line Manager) dan staf, sehingga apa yang akan dimonitor dan dievaluasi akan menjadi jelas bagi kedua belah pihak.

Pengukuran Indikator Kinerja Klinis

Untuk menilai keberhasilan suatu kegiatan pelayanan keperawatan/kebidanan dipergunakan indikator kinerja klinis. Indikator adalah pengukuran kuantitatif, umumnya pengukuran kuantitatif meliputi numerator dan denominator. Numerator adalah suatu data pembilang dari suatu peristiwa (events) yang yang sudah diukur. Denominator data penyebut adalah jumlah target sasaran atau jumlah seluruh pasen yang menjadi sasaran pemberian asuhan/pelayanan. Contoh data denominator di puskesmas: populasi sasaran dalam satu wilayah seperti: jumlah balita, bumil, bayi baru lahir. Indikator yang meliputi denominator sangat berguna untuk memonitor perubahan dan membandingkan tingkat keberhasilan suatu area dengan area lain pada suatu wilayah.

Cara pengukuran ini disebut dengan proprosi. Tetapi dalam kondisi tertentu indikator tanpa denominator (hanya data pembilang) sangat berarti untuk kejadian jarang atau langka tetapi penting misalnya kematian ibu. Indikator dapat dikategorikan serius dari peristiwa yang diukur. Bila peristiwa tersebut dinilai sangat berbahaya atau berdampak luas, walaupun frekuensinya rendah, maka diperlukan pengawasan atau monitoring yang lebih intens untuk perbaikan yang lebih cepat

Indikator adalah suatu peristiwa (event) atau suatu kondisi. Untuk mengukur suatu peristiwa yang terjadi, maka peristiwa tersebut dibandingkan dengan sejumlah peristiwa yang universal.

Misalnya pemasangan infus (IV terapi) yang menimbulkan pleibitis adalah suatu peristiwa (numerator) dan pemasangan infus merupakan kegiatan yang dilakukan pada sejumlah pasen yang memerlukan tindakan pemasangan infus adalah peristiwa yang universal (denominator). Indikator klinis yang dirumuskan dalam hal ini adalah tidak terjadi pleibitis setelah 3x24 jam sejak pemasangan contoh dibawah ini dapat dihitung dalam proporsi sebagai berikut:



Jumlah pasen dengan Intra Vena terapi terkena plebitis _____________________________________________ X100 %

Jumlah semua pasen dengan IV terapi



Waktu yang dipergunakan dalam pengukuran indikator bisa harian, mingguan, bulanan, besarnya masalah atau situasi. Indikator yang baik diperoleh dari standar tertulis, tanpa standar yang tertulis, akan sangat sulit menyusun indikator yang relevan. Oleh karena itu sebaiknya perangkat berupa standar tertulis perlu dipersiapkan organisasasi.


Pengumpulan data indikator kinerja

Pengumpulan data indikator merupakan tulang punggung dari program pengukuran kinerja. Hal tersebut hanya dapat dikembangkan melalui sistem manajemen informasi yang t.epat; dimana pengumpulan data, pengorganisasian serta reaksi terhadap data kinerja direncanakan dan diorganisir secara sistematik, sehingga dapat memberikan makna terhadap perubahan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan dalam suatu organisasi.

Ada enam sasaran kunci pengumpulan data kinerja:
(1) menata sistem informasi yang akurat yang mendasari keputusan mendatang,
(2) menghindari aspek hukum yang berkaitan dengan pengukuran dan hasil data yang dikumpulkan,
(3) menemukan lingkungan tepat yang dapat memberikan peluang untuk melakukan tindakan,
(4) menumbuhkan motivasi staf dan merencanakan peningkatan kinerja itu sendiri,
(5) mengumpukan data interval secara reguler terhadap¬ proses-proses kritis, dalam upaya mempertahankan kinerja yang sudah meningkat,
(6) mengumpulkan data obyektif dan subyektif.

Rancangan sistem pengumpulan data kinerja untuk mencapai sasaran harus mempertimbangkan masalah atau isue yang ada. Siapa yang harus mengumpulkan data? Apa tujuan pengumpulan data? Apa sumber datanya? Berapa banyak data harus dikumpulkan? Apa alat yang akan digunakan? Penyimpangan apa yang terjadi?

Evaluasi data penyimpangan kinerja melalui indikator kinerja klinis adalah satu bagian penting dari dalam peningkatan kinerja. Ada dua jenis penyimpangan; pertama penyebab umum terjadinya penyimpangan, erat kaitannya dengan penyimpangan minor yang terjadi dalam suatu organisasi pelayanan kesehatan tanpa memperdulikan sistem yang sudah mapan. Penyebab penyimpangan kinerja staf juga bisa terjadi karena, sistem atau prosedur yang tidak jelas, keterbatasan fasilitas. Oleh karena itu, keterbatasan sumber-sumber untuk mendeteksi penyebab dalam setiap penyimpangan minor masih dapat ditoleransi. Kedua penyebab khusus: terjadinya penyimpangan kinerja disebabkan karena, kesalahan staf itu sendiri, kurang pengetahuan dan ketrampilan, kemampuan yang kurang dalam pemeliharaan peralatan. Target suatu indikator adalah menggunakan deviasi standar untuk mengidentifikasi penyebab penyimpangan. Penyebab khusus terjadinya penyimpangan lebih mudah dikoreksi dari pada penyebab umum. Sebagai contoh: keharusan mencuci tangan secara rutin mungkin meningkat drastis, apabila staf menyadari dan menerima bahwa praktek cuci tangan penting untuk meningkatkan mutu kinerja dan akan dimonitor atau dievaluasi.

Indikator diarahkan sebanyak mungkin pada tindakan. Pada banyak organisasi, informasi yang diperoleh dari indikator akan memerlukan tindak lanjut melalui investigasi: seperti kunjungan supervisi untuk mengumpulkan lebih banyak data kualitatatif, survey khusus sebelum mengarah pada suatu pengambilan keputusan.

Tugas

Bagi peserta dalam kelompok perawat dan bidan puskesmas dan Rumah Sakit.
Tiap kelompok mengidentifikasi satu fungsi dan diterjemahkan kedalam kegiatan-kegiatan.
Buatlah indikator untuk setiap jenis kegiatan tersebut, dan pilih indikator kunci dari seluruh kegiatan tersebut
Presentasikan hasil diskusi, bila ada koreksi lakukan perbaikan.

Kesimpulan

Mengukur kinerja perawat dan bidan dengan menggunakan indikator kinerja klinis merupakan suatu langkah yang mempunyai keuntungan ganda. Pertama, cara ini akan memberikan kesempatan bagi staf perawat dan bidan untuk melakukan "self assessment“ sehingga dapat mengetahui tingkat kemampuannya, dan berusaha untuk memperbaikinya. Peningkatan kemampuan dan produktifitas individu-individu akan memberikan kontribusi peningkatan mutu pelayanan pada organisasinya yang bermuara. pada kepuasan pasen dan staf. Sistem penilaian kinerja dengan indikator kunci akan memberikan kesempatan kepada manager dan staf untuk melakukan komunikasi interpersonal yang efektif, sehingga secara bersama.-sama dapat dilakukan evaluasi dan perbaikan yang mengarah pada perbaikan kinerja dan bermuara pada peningkatan mutu pelayanan.

Evaluasi Proses “Indikator“

1. Berikan salah satu pengertian indikator.
2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang?
3. Apa yang dimaksud dengan indikator klinis?
4. Apa saja komponen indikator yang ideal?
5. Apa manfaat dari indikator?


Evaluasi Proses “Kinerja“

1. Apa yang dimaksud dengan kinerja? Sebutkan 2 komponen kinerja.
2. Sebutkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja. seseorang.
3. Sebutkan pengertian indikator klinis?
4. Jelaskan kriteria indikator yang baik.
5. Bagaimana mengukur kinerja dengan indikator klinis?

Manajemen Konflik Sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja
Abstrak

Konsep manajemen sumber daya manusia menurut pendekatan strategik mulai menitikberatkan pada kinerja team work dalam jaringan kerja (network) organisasi yang saling bersinergi, sehingga organisasi akan mampu membentuk, mendukung dan mengarahkan aktivitas anggotanya menuju aktivitas yang strategis. Organisasi perlu untuk berkembang dan bertahan hidup dalam abad informasi yang sangat dinamis, dengan berbagai kemungkinan munculnya konflik yang diakibatkan oleh adanya diversity dalam organisasi serta organisasi yang mulai bersifat tanpa batas (boundaryless organization). Diperlukan penanganan atas konflik potensial ataupun konflik terbuka yang ada di antara anggota, sehingga konflik tidak menjadi bersifat disfungsional tetapi justru menguntungkan (sebagai sumber inovasi atau kreativitas) organisasi. Key words: Teamwork, network, diversity, konflik.

I. Pendahuluan

Dalam era perekonomian dunia yang kini sudah menjagad, tak pelak lagi menuntut berbagai macam hal yang mampu meningkatkan daya saing organisasi. Tantangan yang muncul karena lingkungan eksternal organisasi yang sangat dinamis dapat bersifat struktural ataupun bersifat non-struktural. Tantangan-tantangan bagi organisasi yang bersifat non struktural misalnya teknologi yang makin canggih, turbulensi politik dan ekonomi, masalah-masalah hak asasi manusia, peluang bisnis global, dan tekonologi informasi dan pengetahuan. Sedangkan tantangan yang bersifat non-struktural meliputi: perlunya keunggulan kompetitif yang terus menerus, organisasi yang apresiatif, networking dalam organisasi, makin pentingnya kualitas, efisiensi dan produktivitas bagi organisasi serta learning organization.
Persaingan yang makin terbuka kini tidak lagi hanya didasarkan pada tuntutan kualitas (quality-based competition) saja namun kemudian lebih pada kecepatan (speed) organisasi dalam merespon perubahan (time-based competition) yang makin cepat dari lingkungan eksternalnya. Lingkungan internal juga mengalami perubahan budaya dan iklim, karena terdapatnya kemungkinan dan kesempatan bagi orang-orang asing untuk masuk dan menjadi angkatan kerja baru di dalam negeri yang membawa akibat pada penuhnya organisasi dengan keberagaman (diversity).
Pemimpin organisasi harus menyadari bahwa dengan terdapatnya diversitas yang besar didalam organisasi, secara otomatis juga menciptakan timbulnya berbagai macam motivasi (intrinsic interest), persepsi, kebiasaan, pendapat serta pengalaman yang berbeda dari setiap anggotanya dalam memandang pekerjaan mereka didalam organisasi. Berbagai perbedaan tersebut dapat menimbulkan silang pendapat, pertengkaran atau bahkan konflik didalam tubuh organisasi. Adanya job design dan job description secara otomatis telah memposisikan seseorang sebagai kompetitor bagi sesamanya, sehingga menimbulkan persaingan yang seringkali berakibat buruk bagi kinerja organisasi secara keseluruhan. Saat ini deskripsi jabatan mulai ditinggalkan dan beralih pada sistem team description.
Apabila timbul persaingan bahkan permusuhan yang seharusnya tidak perlu terjadi, manajer harus dapat memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh anggota organisasinya tersebut serta bagaimana cara mengatasi konflik yang muncul tanpa merugikan organisasi itu sendiri. Namun ini bukan berarti bahwa seluruh pendapat dan tuntutan mereka harus selalu dipenuhi oleh manajemen. Artinya, pihak manajemen harus dapat memilih gaya yang sesuai dalam menangani konflik yang muncul. Lebih jauh lagi, manajemen harus mampu memfasilitasi berbagai kegiatan di dalam organisasi agar menghasilkan kinerja yang baik dengan tingkat konflik intern minimal.

II. Teamwork

Team dapat diartikan sebagai together everyone achieve more. Artinya, bersama-sama dalam melaksanakan tugas/pekerjaan yang hasilnya menentukan kinerja organisasi memungkinkan setiap individu anggota memberikan kontribusi yang lebih besar. Hal tersebut terjadi karena di dalam sebuah tim terdiri dari banyak orang dengan beragam keahlian/kemampuan & keterampilan kerja, di mana anggota dengan kemampuan & keterampilan tinggi akan mendorong kinerja anggota yang memiliki kemampuan & keterampilan lebih rendah sehingga tujuan bersama lebih cepat tercapai. Di sisi lain, keragaman menjadi peluang munculnya konflik antar anggota.

II. Mitos Seputar Teamwork

Meskipun teamwork pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja organisasi secara umum, dalam kenyataannya sering terjadi kegagalan kerja sama di dalam teamwork. Banyak hal yang menyebabkan gagalnya teamwork salah satunya karena anggota organisasi masih mempercayai mitos-mitos seputar teamwork yang menajadi bayangan menakutkan. Mitos-mitos seputar team work, yang menjadikan buruknya kinerja tim antara lain :
1. Mitos bahwa tim dengan kinerja tinggi menuntut adanya perubahan budaya organisasi.
2. Mitos bahwa tim memerlukan target dan standar tertentu (padahal target biasanya akan menyebabkan timbulnya frustrasi pada anggota).
Sangat dipahami bahwa perubahan budaya selalu menjadi hal yang menakutkan bagi hampir setiap organisasi. Kebanyakan mereka enggan untuk berubah (resistance to change) yang pada dasarnya merupakan persoalan budaya, sehingga kadang-kadang diperlukan perubahan yang bersifat revolusioner. Mereka berpikir bahwa dengan berubahnya budaya di dalam organisasi akan membawa akibat yang tidak menguntungkan bagi mereka (utamanya pihak-pihak yang telah menikmati banyak keuntungan dalam organisasi).
Namun perlu diingat bahwa saat ini budaya dapat diciptakan dengan lebih baik dan kondusif bagi perkembangan positif organisasi melalui pemberian training kepada anggota organisasi. Anggota (baru) dibentuk dan disesuaikan dengan iklim budaya yang sebelumnya telah terbentuk sehingga mereka mampu untuk beradaptasi (coping) dengan lingkungannya tanpa mengalami banyak kendala. Persyaratan calon anggota baru organisasi yang didasarkan pada skill, experience, knowledge, dan abilities (SEKA) tidak lagi utama. Kini syarat experience telah mulai digantikan dengan attitude (menjadi SAKA yakni skills, attitude, knowledge, abilities), yang ternyata mempermudah pembentukan iklim organisasi sehingga setiap anggota organisasi mampu memberikan kontribusinya (berupa prestasi kerja) secara maksimal kepada organisasi.
Perlu diperhatikan bahwa kontribusi yang diberikan anggota hendaknya disertai dengan pemberian reward yang sesuai serta menarik bagi anggota dan disertai dengan perbaikan sistem penilaian kinerja (performance appraisal system). Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kinerja seseorang yang excellent merupakan fungsi dari kompetensi individunya yang juga didukung oleh lingkungan yang kondusif dan dukungan rekan sekerja.
Manajer perlu memahami bahwa pengukuran kinerja itu penting, namun tidak dengan target. Dengan tetap berfokus pada kerja, manajer perlu membantu anggotanya mempelajari pengukuran kinerja yang diinginkan dengan tetap dapat berkonsentrasi pada “purpose”. Target nantinya akan menjadi goals atas dasar pengetahuan metode yang baik. Dengan kata lain, staf harus mengetahui apa yang telah mereka kerjakan sehingga menghasilkan kinerja yang lebih baik. Diharapkan, anggota secara alamiah & dengan sendirinya akan mengetahui apa yang mungkin untuk dilakukan apabila terdapat improvement di lingkungan kerjanya. Inilah yang disebut dengan target de facto, di mana anggota organisasi memiliki pengetahuan dan kontrol atas terjadinya improvement itu sendiri.

III. Manajemen Konflik

Konflik yang muncul dalam teamwork yang merupakan akibat adanya perbedaan kepribadian, persepsi, pengalaman, tujuan, motivasi ataupun kepercayaan tiap anggota organisasi yang saling berinteraksi sosial dalam pekerjaan. Tak dapat disangkal lagi apabila hingga kini kita makin akrab dengan konflik. Namun kini kita tak perlu lagi merasa takut dan ngeri mendengarnya. Karena, ternyata konflik yang terjadi tidak selamanya membawa akibat buruk sepanjang dapat dikelola dengan baik. Justru dengan adanya konflik akan memancing daya kreasi dan inovasi anggota organisasi baik secara individu maupun secara kolektif.
Banyak cara atau pun trik yang dapat diterapkan untuk mengatasi dan bahkan mengurangi sensitivitas anggota terhadap pemicu konflik potensial di antara mereka. Berbagai macam training, seperti sensitivity training, diversity training program atau pun cross-cultural training (Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright, 2000:254), dapat dilakukan untuk menjawab masalah konflik sehingga sumber daya manusia dalam organisasi dapat memberikan manfaat yang lebih besar. Di samping itu, organisasi juga perlu melakukan reorientasi fungsi manajemen sumber daya manusianya dalam menghadapi perkembangan dan perubahan yang senantiasa terjadi yaitu dengan cara :
1. Membuat klarifikasi strategi bisnis melalui analisis, evaluasi dan kemungkinan solusi yang diperlukan.
2. Realisasi internal manajemen sumber daya manusia (sebagai penyedia jasa, sebagai struktur fungsional dan sebagai manajemen organisasi).
3. Memiliki kompetensi manusia dan organisasi.
Tiga jenis kompetensi yang mutlak diperlukan oleh organisasi dan sumber daya manusianya tersebut, adalah
1. Organisasi perlu berubah menjadi organisasi yang berdasarkan pada kinerja network.
2. Organisasi memiliki daya kreatif, inovatif dan proaktif terhadap perubahan.
3. Organisasi memiliki entrepeneurial, intrapreneurial and learning spirit yang terbangun dari anggotanya.
Manajemen harus mampu meredam persaingan yang sifatnya berlebihan (yang melahirkan konflik yang bersifat disfungsional) yang justru merusak spirit sinergisme organisasi tanpa melupakan continous re-empowerment. Ada 6 tipe pengelolaan konflik yang dapat dipilih dalam menangani konflik yang muncul (Dawn M. Baskerville, 1993:65) yaitu :
1. Avoiding; gaya seseorang atau organisasi yang cenderung untuk menghindari terjadinya konflik. Hal-hal yang sensitif dan potensial menimbulkan konflik sedapat mungkin dihindari sehingga tidak menimbulkan konflik terbuka.
2. Accomodating; gaya ini mengumpulkan dan mengakomodasikan pendapat-pendapat dan kepentingan pihak-pihak yang terlibat konflik, selanjutnya dicari jalan keluarnya dengan tetap mengutamakan kepentingan pihak lain atas dasar masukan-masukan yang diperoleh.
3. Compromising; merupakan gaya menyelesaikan konflik dengan cara melakukan negosiasi terhadap pihak-pihak yang berkonflik, sehingga kemudian menghasilkan solusi (jalan tengah) atas konflik yang sama-sama memuaskan (lose-lose solution).
4. Competing; artinya pihak-pihak yang berkonflik saling bersaing untuk memenangkan konflik, dan pada akhirnya harus ada pihak yang dikorbankan (dikalahkan) kepentingannya demi tercapainya kepentingan pihak lain yang lebih kuat atau yang lebih berkuasa (win-lose solution).
5. Collaborating; dengan cara ini pihak-pihak yang saling bertentangan akan sama-sama memperoleh hasil yang memuaskan, karena mereka justru bekerja sama secara sinergis dalam menyelesaikan persoalan, dengan tetap menghargai kepentingan pihak lain. Singkatnya, kepentingan kedua pihak tercapai (menghasilkan win-win solution).
6. Conglomeration (mixtured type); cara ini menggunakan kelima style bersama-sama dalam penyelesaian konflik.
Perlu kita ingat bahwa dalam memilih style yang akan dipakai oleh seseorang atau organisasi di dalam pengelolaan konflik akan sangat bergantung dan dipengaruhi oleh persepsi, kepribadian/karakter (personality), motivasi, kemampuan (abilities) atau pun kelompok acuan yang dianut oleh seseorang atau organisasi.
Dapat dikatakan bahwa pilihan seseorang atas gaya mengelola konflik merupakan fungsi dari kondisi khusus tertentu dan orientasi dasar seseorang atau perilakunya dalam menghadapai konflik tersebut yang juga berkaitan dengan nilai (value) seseorang tersebut. Pada level subkultur (subculture), shared values dapat dipergunakan untuk memprediksi pilihan seseorang pada gaya dalam menyelesaikan konflik yang dihadapinya. Subkultur seseorang diharapkan dapat mempengaruhi perilakunya sehingga akan terbentuk perilaku yang sama dengan budayanya (M. Kamil Kozan, 2002:93-96).
Dalam masyarakat tradisional yang masih dipenuhi dengan nilai-nilai kesopanan, budaya saling membantu yang masih sangat kental, sangat ramah tamah, dan sebagainya akan cenderung untuk menghindari konflik. Berbeda dengan masyarakat yang bersifat power seekers, mereka cenderung untuk saling bersaing dalam menghadapi konflik yang muncul dengan berorientasi pada kekuasaan (power), wewenang (authority) dan kemakmuran secara ekonomis. Sedangkan organisasi atau seseorang yang berada dalam masyarakat yang bersifat egalitarians lebih menyukai gaya akomodasi dalam menyelesaikan konfliknya dengan menghargai pada keadilan (justice), kesederajatan (equality), dan saling memaafkan (forgiveness). Gaya akomodasi ini lebih mendahulukan kepentingan pihak lain daripada kepentingan diri sendiri atau kepentingan golongannya sendiri. Gaya menyelasaikan konflik dengan kolaborasi terdapat pada masyarakat yang bertipe stimulation seekers, dimana pihak-pihak yang terlibat konflik saling terbuka dan berbagi pengalaman masing-masing yang pada akhirnya menghasilkan jalan keluar yang saling menguntungkan.

IV. Penutup

Tantangan bagi organisasi di abad 21 ini adalah organisasi harus mampu untuk:
1. Melakukan perubahan yang terus menerus (sustainable change), di mana setiap orang di dalam organisasi berperan sebagai pelaku strategik perubahan di dalam organisasi.
2. Organisasi harus mampu proaktif terhadap perubahan dan menjadi pelopor perubahan tersebut (proactive and lead to the change), bukan menunggu perubahan (waiting for the change) melalui orang-orang yang ada dalam organisasi bukan melalui teknologi. Disini dapat kita katakan bahwa teknologi memiliki nilai ekonomis yang semakin menurun seiring dengan berjalannya waktu, sedangkan investasi dalam manusia (human investment) akan memberikan nilai (kapitalisasi) yang makin meningkat dari waktu ke waktu.
3. Organisasi harus menekankan pada performance networking, bukan lagi pada individual performance. Manajemen sumber daya manusia harus dioperasikan dengan orientasi penanganan masalah kompetensi organisasi (organizational competency) dan kompetensi anggota organisasi (people competency).
Daya tahan organisasi di era yang sangat dinamis dan penuh dengan persaingan ini terletak pada berbagai fungsi organisasi yang memiliki titik-titik penting untuk tujuan sistem peringatan dini (early warning system) organisasi sehingga menciptakan keunggulan nilai (value advantage) yang mencakup scope, speed (diperlukan untuk antisipasi terhadap lingkungan yang dinamis) dan sinergy yang tinggi.
Potential conflicts yang terdapat di dalam tubuh organisasi bukanlah merupakan suatu hal yang perlu ditakutkan organisasi yang hidup di era perubahan. Penanganan dan pengendalian konflik serta pemahaman atas diversity yang terdapat di dalam organisasi merupakan kunci utama minimnya konflik terbuka antar sesama anggota organisasi, selain termanfaatkannya konflik menjadi sumber ide ataupun inovasi yang diperlukan organisasi.
Pemberian training, khususnya cross-cultural training, ternyata mampu mengurangi sensitivitas anggota terhadap eksisnya diversity yang berpotensi menimbulkan konflik terbuka antar anggota.



orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan dan pengendalian.
Jika kita simak defenisi-defenisi di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa:
1. Manajemen mempunyai tujuan yang dicapai.
2. Manajemen merupakan tujuan yang ingin dicapai.
3. Manajemen merupakan proses yang sistimatis, terkordinasi, koperatif, dan terintegrasi dalam memanfaatkan unsur-unsurnya (6M)
4. Manajemen baru dapat diterapkan jika ada dua orang atau lebih melakukan kerja sama dalam suatu organisasi.
5. Manajemen harus didasarkan pada pembagian kerja, tugas, dan tanggung jawab.
6. Manajemen terdiri dari beberapa fungsi
7. Manajemen hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan.

KONSEP DAN PROSES MANAJEMEN KEPERAWATAN
Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan di organisasi. Di dalam manajemen tersebut mencakup kegiatan POAC (Planning, organizing, Actuating, Controling) terhadap staf, sarana, dan prasarana dalam mencapai tujuan organisasi (Grant dan Massey, 1999). Manajemen juga diartikan sebgai suatu organisasi bisnis yang menfokuskan pada produksi dan dalam banyak hal lain untuk menghasilkan keuntungan.
Manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional. Manajer keperawatan dituntut untuk mrencanakan, mengorganisasi, meimpin, dan mengevaluasi sarana dan prasarana yang tersedia untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang seefektif dan efesien mungkin bagi individu, keluarga, dan masyarakat
FILOSOFI DAN MISI
1. FILOSOFI
Filosofi keperawtan adalah pernyataan keyakinan tentang keperawatan dan manifestasi dan keyakinan dari nilai-nilai dalam keperawatan yang digunkan untuk berpikir dan bertindak (Chitty, 1997). Filosofi keperawatan dibangun di atas kepercayaan tentang manusia, lingkungan, kesehatan, dan keperawatan sebagaimana terdapat dalam paradigma keperawatan. Dari pengertian filosofi tersebut, maka dalam manajemen keperawatan juga menekankan pada unsur-unsur paradigma keperawatan dalam melakukan pengelolaan terhadap pesien, ketenagaan, peralatan, administrasi, dan lain-lain yang berhubungan dengan pengelolaan organisasi di pelayanan, pendidikan, dan atau diinstitusi pemerintah.
Total quality Managemen (TQM) menurut W. Edward Deming (2002) adalah suatu dasar filosofi manajemen, karakteristik filosofi tersebut meliputi:
1) Institusi diberikan keleluasaan kewenangan dalam menentukan tujuan yang hendak dicapai dan staf mempunyai otonomi dalam pengambilan keputusan tentang yang diemban.
2) Institusi diajarkan untuk membuat keputusan dalam meningkatkan kualitas kerja dan produktifitas kerja
3) Penekanan TQM adalah memonitor kualitas di mana secara terus menerus mengumpulkan dan dengan pendekatan ilmiah ke arah peningkatan kualitas.
4) Rencana strategias untuk masa depan dapat melalui pembetukan suatu komitmen tentang kualitas dan produktivitas.
5) TQM terus berupaya memenuhi kebutuhan masyarakat (pasar): baik secara kualitas dan produktivitas untuk mencapai suatu kesepakatan dengan pihak customer (internal dan eksternal).
Filosofi pelayanan keperawatan pada tatanan klinik/rumah sakit ditekankan pada:
1) Hak pasien untuk mendapatkan pelayanan dan menentukan kehidupannya.
2) Setiap pasien harus dihargai sama tanpa membeda-bedakan agama, suku, warna kulit, status, dan jenis kelamin.
3) Asuhan keperawatan yang diberikan harus ditujukan pada pemenuhan pada kebutuhan individu.
4) Asuhan keperawatan yang diberikan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan lainnya.
5) Perlunya koordinasi dan kerja sama dalam memanfaatkan sumbar daya yang ada dalam mencapai tujuan organisasi.
6) Perlunya evaluasi secara terus menerus terhadap semua pelayanan keperawatan yang diberikan.


2. MISI
1) Menyediakan asuhan keperawatan yang efektif dan efesien dalam membantu kesehatan pasien yang optimal setelah pulang dari rumah sakit.
2) Membantu mengembangkan dan mendorong suasana yang kondusif bagi pasien dan staf keperawatan/nonkeperawatan.
3) Mengerjakan, mengarahkan, dan membantu dalam kegiatan profesional keperawatan.
4) Turut serta dan bekerja sama dengan semua anggota tim kesehatan yang ada di rumah sakit/ tempat kerja.
Inti konsep dasar manajemen saat ini dan yang akan datang, adalah keseimbangan antara visi, misi, dan motivasi yang jelas dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Jika tidak, maka akan terjadi ketimpangan yang justru akan menambah ketidakjelasan arah pengembangan manajemen keperawatan di rumah sakit/tempat kerja.
Proses keperawatan, yaitu pengakuan masyarakat atau profesi lain tentang eksistensi profesi keperawatan, partisipasi profesi keperawatan dalam pembangunan kesehatan dan citra profesi keperawatan.
Visi yang dimaksudkan adalah perawat/manajer keperawatan harus mempunyai suatu pandangan dan pengetahuan yang luas tentang manajemen dan proses perubahan yang terjadi saat ini dan yang akan datang, yaitu tentang penduduk, sosial ekonomi, politik yang akan berdampak terhadap pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, peran manajer keperawatan adalah sebagai pengawal supaya proses profesionalisasi supaya tidak salah jalan dan arah.
Penjabaran visi dan misi dalam pelayanan keperawatan di ruah sakit, menurut Gillies (1989) dalam Nursalam (2002) dikutip dari filosofi pelayanan keperawatan di RS Pedleton Memorial, New Orleans, Louisiana USA adalah sebagai berikut:
1. Mengaplikasikan kerangka konsep dan acuan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
2. Mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan
3. Menerapkan strategi dalam meningkatkan kualitas dan pelayanan yang efesien kepada semua konsumen.
4. Meningkatkan hubungan yang baik dengan semua tim kesehatan
5. Menilai kualitas layanan yang diberikan berdasarkan standar kriteria yang ada.
6. Mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu dalam menilai dan memberikan intervensi keperawatan kepada pasien.
7. Meningkatkan pendidikan berkelanjutan (formal maupun nonformal) bagi perawat dalam usaha peningkatan kinerjanya.
8. Berpartisipasi secara aktif dalam upaya perubahan model asuhan keperawatan dan peningkatan kualitas layanan.
9. Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan melibatkan staf dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut tentang asuhan keperawatan.
10. Memberikan penghargaan kepada staf yang dianggap berperstasi
11. Konsisten untuk selalu meningkatkan produksi/layanan yang terbaik
12. Meningkatkan pandangan masyarakat yang positif tentang profesi keperawatan.
13. Mendukung setiap rencana dalam usaha meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.
Motivasi utama dalam konsep manajemen keperawatan saat ini dan yang akan datang adalah suatu keinginan yang kuat bagi perawat Indonesia untuk pantang mundur dalam mencapai profesionalisme keperawatan Indonesia. Perawat harus mempunyai suatu keyakinan yang kuat untuk berhasil. Perawat harus mempunyai keyakinan yang tinggi, sebagaomana oleh Florence Nightingle.
PROSES MANAJEMEN KESEHATAN (KEPERAWATAN)
1. PENGKAJIAN-PENGUMPULAN DATA
Pada tahap ini, seorang manajer dituntut tidak hanya mengumpulkan informasi tentang keadaan pasien, melainkan juga mengenai institusi (rumah sakit, puskesmas: tenaga keperawatan, administrasi, dan bagian keuangan yang akan mempengari fungsi organisasi keperawatan secara keseluruhan.
Manajer perawat yang efektif harus mampu memanfaatkan proses manajemen dalam mencapai suatu tujuan melalui usaha orang lain. Bila ia memimpin staf, maka manajer harus bertindak secara terencana dan efektif, mampu menjalankan pekerjaan bersama dengan para perawat dari beberapa level hirarki serta bekerja berdasarkan informasi penuh dan akurat tentang apa yang perlu dan harus diselesaikan, dengan cara dan alasan apa, untuk mencapai tujuan apa, dan menggunakan sumberdaya apa yang tersedia untuk melaksanakan rencana itu. Selanjutnya, manajer yang efektif harus mampu mempertahankan tingkat efesiensi yang tinggi pada salah satu bagian dengan menggunakan ukuran pengawasan untuk mengidentifikasi masalah dengan segera, dan setelah mereka terbentuk kemudian dievaluasi apakah rencana tersebut perlu dirubah atau prestasi karyawan yang perlu dikoreksi.

2. PERENCANAAN
Perencanaan dimaksudkan untuk menysun suatu perencanaan yang strategis dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Perencanaan di sini dimaksudkan untuk menentukan kebutuhan dalam asuhan keperawatan kepada semua pasien, menegakkan tujuan, mengalokasikan anggaran belanja, menetapkan ukuran tenaga dan tipe tenaga keperawatan yang dibutuhkan, membuat pola struktur organisasi yang dapat mengoptimalkan efektifitas staf, serta menegakkan kebijaksanan, dan prosedur oprasional untuk mencapai visi dan misi institusi yang telah ditetapkan.
3. PELAKSANAAN
Karena manajemen keperawatan memerlukan kerja melalui orang lain, maka tahap implementasi dalam proses manajemen terdiri atas bagaimana manajer memimpin orang lain untuk menjalankan tindakan yang telah direncanakan. Fungsi kepemimpinan dapat dibagi lagi dalam komponen fungsi yang terdiri atas kepemimpinan, komunikasi, dan motivasi.
4. EVALUASI
Tahap akhir proses manajerial adalah mengevaluasi seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan. Tujuan evaluasi di sini adalah untuk menilai seberapa jauh staf mampu melaksanakan perannya sesuai dengan tujuan organisasi yang telah ditetapkan serta mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat dan mendukung dalam pelaksanaan.

SISTEM PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Mentri Kesehatan RI No.99a/Men.Kes/SK/III/1982.
Sistem kesehatan Nasional adalah suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti yang dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (Azwar A.,1996).
Menurut Azwar A. (1996) dalam sistem kesehatan didalamnya terkandung dua pengertian. Pertama, pengertian sistem dan yang kedua pengertian kesehatan. Pengertian sistem banyak jenisnya dan dianggap penting adalah sebagai berikut:
 Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling berhubungan oleh suatu proses atau struktur dan berfungsi sebgai satu kesatuan organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan (Ryans).
 Sistem adalah struktur konseptual yang terdiri dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan dan bekerja sebagai salah satu unit organisasi untuk mencapai keluaran yang diinginkan secara efektif dan efesien (John McManama).
 Sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang berhubungan dan membentuk satu kesatuan yang majemuk, yang masing-masing bagian bekerja sama secara bebas dan terkait untuk mencapai sasaran kesatuan dalam suatu situasi yang majemuk pula.
 Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai elemen yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar dipersiakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pengertian sistem kesehatan yang dirumuskan oleh WHO (1984) yang dikutip oleh Azwar A. (1996) adalah:
 "Sistem kesehatan adalah kumpulan dari berbagai faktor yang kompleks dan saling berhubungan yang terdapat dalam suatu negara, yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat pada setiap saat yang dibutuhkan".
Bagi Indonesia, sistem Kesehatan Nasional (SKN) telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.99a/Men.Kes/Kes/III/1982. Sistem Kesehatan Nasional adalah suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (Sumijatuntak dkk., 2006)
PELAYANAN KESEHATAN
Walaupun pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan cara kredit, tetapi permasalah lain juga masih banyak yang harus dilakukan. Masalah tersebut terkait dengan semakin pesatnya kemajuan teknologi kedokteran, ilmu pengetahuan dan industri farmasi. Dengan demikian sistem yang ada harus selalu mengikuti perkembangan tersebut, yang antara lain adalah dana, kualitas, dan biaya kesehatan/perawatan (Hassmiler.SB,1996).
DANA
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang saat ini sedang mengalami krisis, menjadi sulit untuk bisa mendapatkan dana yang mencukupi kebutuhan. Gambaran makro kebutuhan anggaran pemerintah untuk sektor kesehatan diharapkan meningkat dari hanya 2,5% menjadi 5% di masa mendatang. Oleh karena itu upaya melakukan mobilisasi sumber daya masyarakat yang sangat dibutuhkan untuk ikut mendanani kesehatan menjadi sangat penting (Dep.Kes, 1999).
BIAYA KESEHATAN
Peningkatan biaya yang disertai dengan permasalah penting lainnya jika dibandingkan dengan semakin kompleks, apalagi jika dapat diimbangi dengan daya beli dari masyarakat yang membutuhkannya. Pada umumnya sistem perawatan kesehatan dibagi menjadi dua, yaitu biaya atau di bawah jaminan Asuransi pada umumnya merasa mendapatkan perhatian dan perawatan yang lebih jika dibandingkan dengan orang-orang yang pembiyaanya ditanggung oleh masyarakat. Dalam kategori yang kedua adalah pekerja miskin yang tidak memenuhi syarat untuk didanai masyarakat. Contoh, imigran gelap (ilegal) sehinga permasalahan kesehatan dan pendanaanya juga lebih kompleks dan menjadi beban pemerintah (Sumijatun, dkk 2006).
Pengertian asuransi yang berlaku di Indonesia mengacu pada kitab UU Hukum Dagang tahun 1987, yaitu perjanjian yang sipenanggung dengan menerima suatu premi mengikatkan dirinya untuk memberi ganti rugi kepada tertanggung yang mungkin diderita karena terjadinya suatu peristiwa yang mengandung ketidak pastian dan yang akan mengakibatkan kehilangan, kerugian atau kehilangan suatu kerugian (Azwar S., 1996). Indonesia sebagai negara berkembang dan yang saat ini masih kesulitan bangkit kembali dari masa krisisnya, belum mampu untuk menjamin kesehatan penduduknya secara total, sehingga pelayanan kesehatan pun menjadi kurang maksimal karena keterbatasan daya beli dari masyarakat.
KUALITAS PELAYANAN
Perkembangan teknologi mutakhir dalam bidang biomedis dan prosedur penyelamatan jiwa dapat memperpanjang kehidupan seseorang. Tetapi karena biayanya yang terlalu mahal, maka banyak masyarakat yang tidak menerima pelayanan ini. Selain itu juga bergantung pada lokasi tempat tinggal (pedesaan, daerah pinggir kota dan daerah urban), status asuransi, status pekerjaan dan individu yang mapan. Individu yeng mempunyai asuransi akan lebih mudah menerima bantuan pelayanan pengobatan daripada menerima bantuan pelayanan pencegahan penyakit (Safriet, 1992).
Mutu pelayanan kesehatan di Indonesia, bila di pandang dari segi fisik terlihat bahwa persebaran sarana pelayanan kesehatan baik pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) maupun rumah sakit serta sarana kesehatan lainnya termasuk sarana penunjang dapat dikatakan merata di seluruh pelosok Wilayah Indonesia. Tetapi harus diakui bahwa persebaran fisik tersebut masih belum diikuti sepenuhnya dengan peningkatan mutu pelayanan dan keterjangkauan oleh seluruh lapisan masyarakat. (Dep.Kes. RI, 1999).
Meningkatanya tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan juga menyebabkan jajaran kesehatan perlu mawas diri dan meningkatkan profesionalisme dalam pelayanan, baik pelayanan langsung yang bersifat individu maupun masyarakat luas. Perkembangan akhir-akhir ini juga pada manajemen yang moderen. Dengan demikian peningkatan profesionalisme tidak hanya berlaku bagi tenaga teknis, tetapi juga bagi manajer kesehatan (Dep.Kes RI, 1996).

KECENDRUNGAN SISTEM KESEHATAN DI MASA DEPAN
Pembangunan kesehatan makin mendapat perhatian di seluruh dunia, yang tetap terjadi perubahan pola pandang dari yang semula melihat kesehatan sebagai suatu komoditi yang konsumtif, kini menjadi suatu investasi sumber daya manusia (SDM) yang menentukan bagi perkembangan bangsa dan negara. Oleh karena itu perlu adanya analisis yang lebih menyeluruh mengenai determinan yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan. Hal ini menjadi lebih penting lagi dengan memperhatikan bahwa di masa depan akan terjadi perubahan yang sangat cepat, kompleks dan tidak menentu, baik karena situasi politik dan ekonomi di dalam negeri maupun pengaruh dari luar seperti globalisasi, kemajuan ilmu pengetahuan baik dalam bidang kedokteran maupun teknologi lain (Depkes.KES.RI, 1999).

DEMOGRAFI
Penduduk Indonesia yang tidak merata antara pulau dan provinsi. Menurut hasil sensus penduduk tahun 1990 kepadatan pendudu sangat beragam. Seperti pulau jawa yang luas daratannya hanya 7% dari wilayah Indonesia, dihuni sekitar 60% penduduk Indonesia, sehingga kepadatan penduduknya lebih tinggi jika dibandingkan dengan pualau lain yaitu sekitar 814 orang per kilometer persegi. Sementara iti Kalimantan hanya dihuni 17 orang per kilometr persegi pada tahun 1999, dan diproyeksikan menjadi 104 orang per kilometer persegi pada tahun 1997 (BPS, 1997).
Sebagai hasil dari usaha pemerintah dalam Pembangunan Jangka Panjang Pertama (1969/1970 sampai 1993/1994) adalah penurunan Angka kematian Bayi yang dicapai melalui integrasi pelayanan kesehat dan Keluarga Berencana (BPS, 1997). Angka Kematian Bayi (AKB) telah dapat diturunkan dengan laju penurunan rata-rata 4,1% setiap tahunnya. Jika pada tahun 1997 AKB di Indonesia masih berkisar 145 per 1.000 kelahiran hidup, pada tahun 1990 telah mencapai 51 per 1.000 kelahiran hidup (Dep. Kes. RI, 1999).
KECENDRUNGAN SOSIAL
Beberapa kecendrungan sosial yang dapat mempengaruhi kesehatan antara lain adalah perubahan gaya hidup, tambahnya penghargaan pada kualitas hidup, perubahan komposisi keluarga dan pola hidup, kenaikan pendapatan rumah tangga dan adanya perbaikan defenisi dari kualitas perawatan kesehatan.
Di Indonesia perilaku yang menunjang kesehatan antara lain adalah kegiatan olahraga. Dari data yang didapatkan ternyata ada sekitar 26 % dari jumlah penduduk yang melakukan olah raga pada tahun 1991. disamping itu peran serta masyarakat untuk menjadi anggota organisasi sosial juga cukup baik, terbukti dengan adanya beberapa kegiatan yang dapat dibina dan dilestarikan guna memberikan memberikan keharmonisan hidup dan mendukung kesehatan mental, seperti adanya acara khitanan, arisan, upacara kematian, perkawinan, tujuh bulanan dan upacara agama (Dep.Kes. RI, 1999).
Perilaku dan gaya hidup sebagian masyarakat Indonesia masih ada yang belum menunjang untuk hidup sehat, seperti kesehatan individu (higiene) dan lingkungan yang antara lain adalah membuang sampah semabarangan, tidak memeriksakan gigi secara teratur dan merokok yang merupakan kebiasaan dari 23% penduduk berusia 10 tahun ke atas. Selain itu penggunaan narkotik dan obat psikotropika serta mengonsumsi minuman keras (beralkohol) juga semakin menjamur di banyak kota besar dan menimbulkan permasalahn kesehatan semakin kompleks.
KECENDRUNGAN EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi makro sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan yang dapat diraih oleh suatu negara. Kesehatan adalah hasil dari sebuah interaksi yang melibatkan banyak faktor-faktor eksternal di luar kesehatan seperti pendidikan, ketersediaan infrastruktur, misalnya sarana transportasi, serta kemampuan dari suatu populasi, yang semuanya sangat dipengaruhi oleh ekonomi makro.
Indonesia yang saat ini masih belum bangkit dari masa-masa kritisnya membuat situasi kehidupan semakin kompleks. Sebagai contohnya adalah susahnya mendapatkan penghasilan untuk mencukupi kebutuhan, banyaknya pengangguran, putus sekolah, peningkatan angka kejahatan, eksploitasi tenaga kerja anak, dan meningkatnya stres serta kelainan jiwa. Dampak dari situasi di atas adalah meningkatnya beban subsidi pemerintah, meningkatnya ancaman kebangkrutan usaha-usaha swasta dan menurunnya kualitas angkatan kerja yang akan datang jika hal ini terus berlanjut dan tidak segera dapat diatasi.

KECENDRUNGAN TENAGA KESEHATAN
Dampak adanya spesialisasi dalam bidang kesehatan antara lain adalah meningkatnya kebutuhan untuk mengadakan berbagai uji yang digunakan untuk diagnosis yang lebih spesifik. Hal ini menyebabkan masyarakat harus membayar lebih besar jika dibandingkan dengan pelayanan dasar. Strategi yang digunakan adalah dengan menambah jumlah tenaga kerja pelayanan kesehatan dasar, serta fasilitas dan prasarananya agar dapat digunakan oleh masyarakat dengan pengahsilan minimal.
Seiring dengan kemajuan spesialisasi dan tehnologi dalam dunia kesehatan, keperawatan pun ikut mengalami perkembangan menuju bentuk pelayanan keperaatan yang profesional. Profesi ini dituntut untuk secara mandiri, mampu melaksanakan peran dan tanggung jawab sesuai dengan fungsinya. Permasalahan keperawatan yang saat ini terjadi di Indonesia antara lain adalah:
 Adanya jenjang pendidikan keperawatan yang beragam membuat sulitnya penataan standar kompetensi.
 Distribusi tenaga keperawatan belum merata, baik kwntitas, maupun kwalitasnya
 Sistem ketenagaan keperawatan, baik dalam pengembangan karier, maupun program pendidikan serta pelatihan belum jelas.
 Mutu ulusan pendidikan keperawatan belum sesuai dengan tuntutan global.

PERENCANAAN, PENGORGANISASIAN, PENGGERAKAN DAN PENGAWASAN/PENGENDALIAN PELAYANAN KESEHATAN KOMUNITAS

PERENCANAAN
Perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk mrumuskan maslah-masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat, menetukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok, dan menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut. Perencanaan akan menjadi efektif jika berdasarkan emosi atau angan-angan saja. Fakata-fakta diungkap dengan mengunakan data untuk menunjang perumusan masalah. Perencanaan juga merupakan proses pemilihan alternatif tindakan yang terbaik untuk mencapai tujuan organisasi. Perencanaan juga merupakan suatu keputusan untuk mengerjakan sesuatu di masa yang akan datang. Salah satu tugas manajer yang terpenting di bidang perencanaan adalah menetapkan tujuan jangka panjang dan pendek orgasinasasi berdasarkan analisis situasi di luar (eksternal) dan di dalam (internal) organisasi.
Manfaat sebuah perencanaan
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh staf dan pimpinan jika organisasi memiliki sebuah perencanaan. Mereka akan mengetahui :
1) Tujuan yang ingin dicapai organisasi dan cara mencapainya.
2) Jenis dan struktur organisasi yang dibutuhkan.
3) Jenis dan jumlah staf yang diinginkan, dan uraian tugasnya.
4) Sejauh mana efektivitas kepemimpinan dan pengarahan yang diperlukan
5) Bentuk dan standar pengawasan yang akan dilakukan.
Selain itu, dengan perencanaan akan diperoleh keuntungan sebagai berikut:
1) Perencanaan akan menyebabkan berbagai macam aktivitas organisasi untuk mencapai tujuan tertentu tertentu dan dapat dilakukan secara teratur.
2) Perencanaan akan mengurangi atau menghilangkan jenis pekerjaan yang tidak produktif.
3) Perencanaan dapat dipakai untuk mengukur hasil kegiatan yang telah dicapai karena dalam perencanaan ditetapkan berbagai standar.
4) Perencanaan memberikan suatu landasan pokok fungsi manajemen lainnya, terutama untuk fungsi pengasawan.
Sebaliknya, pimpinan dan staf organisasi juga perlu memahami bahwa perencanaan juga memiliki kelemahan yaitu:
1) Perencanaan mempunyai keterbatasan mengukur informasi dan fakta-fakta di masa yang akan datang dengan tepat.
2) Perencanaan yang baik memerlukan sejumlah dana.
3) Perencanaan mempunyai hambatan psikologis bagi pimpinan dan staf karena harus menunggu dan melihat hasil yang akan dicapai.
4) Perencanaan menghambat timbulnya inisiatif. Gagasan baru untuk mengadakan perubahan harus ditunda sampai tahap perencanaan berikutnya.
5) Perencanaan juga akan menghambat tindakan baru yang harus diambil oleh staf.
Dengan perencanaan yang tersusun lengkap, seorang manajer dan staf akan mengetahui dengan jelas arah sebuah program atau proyek. Mereka akan mengetahui jenis dan kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan program / proyek, jumlah dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan program/proyak tersebut, model kepemimpinan yang perlu dikembangkan, komunikasi dan model pengawasan yang harus dilaksanakan oleh manajer atau mereka yang diserahi tugas sebagai penanggung jawab program, para manajer program sebaiknya mengantisipasi hambatan tersebut pada saat penyusunan rencana. Jika hal tersebut memang terjadi, hambatan tersebut akan menghambat pelaksanaan program atau proyek di lapangan. Hal ini harus sudah diwaspadai dan diantisipasi sebelumnya oleh para penyusun perencana.

LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN
Langkah awal untuk menysun perencanaan dapat dimulai dengan sebuah gagasan atau cita-cita yang terfokus pada situasi tertentu. Misalnya, kematian bayi dan Ibu di Indonesia, selama beberapa belas tahun masih tetap lebih tinggi dibandingkan dengan tetangga ASEAN. Perencanaan kesehatan dapat disusun dalam skala besar atau kecil tergantung bsar kecilnya wilayah dan tanggungjawab organisasi. Misalnya perencanaan untuk menurunkan kematian bayi secara nasional adalah perencanaan dengan skala besar. Perencanaan dengan sasaran kelompok yang sama juga dapat dilakukan dalam skala kecil yaitu pengembangan PWS (pemantauan wilayah setempat) KIA atau posyandu di satu desa di wilayah kerja Puskesmas.
Sebagai suatu proses, perencanaan kesehatan mempunyai beberapa langkah. Ada lima langkah yang perlu dilakukan pada proses penyusunan sebuah perencanaan.
1. Analisi situasi
2. Mengidentifikasi masalah dan prioritasnya
3. Menentukan tujuan program
4. mengkaji hambatan dan kelemahan program
5. Menyusun rencana kerja oprasional (RKO)
Analisi situasi
Analisis situasi adalah langkah pertama proses penysunan perencanaan. Langkah ini dilakukan dengan analisis data laporan yang dimiliki oleh organisasi (data primer) atau mengkaji laporan lembaga lain (data sekunder) yang datanya dibutuhkan, observasi, dan wawancara. Agar mampu melaksanakan analisis situasi dengan baik, manajer dan staf sebuah organisasi atau mereka yang diberikan tugas sebagai tim perencanaan harus dibekali ilmu epidemiologi, ilmu antropologi, ilmu demografi, ilmu ekonomi dan ilmu statistik.
Analisis situasi betujuan untuk identifikasi masalah. Yang dihasilkan dari proses analisis situasi adalah rumusan masalah kesehatan dan berbagai faktor yang berkaitan dengan masalah kesehatan masyarakat yang sedang diamati serta potensi organisasi yang dapat digunakan untuk melakukan intervensi. Data yang dieprlukan yang menysun perencanaan kesehatan terdiri dari:
1. Data tentang penyakit dan kejadian sakit (Diseases and illnesess) yang berkembang di masyarakat. Datanya diperoleh dari hasil pengawasan rutin dan laporan dari organisasi kesehatan lainnya. Dengan memproses data penyakit menggunakan pendekatan epidemiologi akan diketahui di wilayah mana saja penyakit atau masalah kesehatan masyarakat berkembang, kapan terjadinya, siapa saja kelompok penduduk di wilayah tersebut yang menderita penyakit tersebut, apa saja faktor yang terkait dengan penyakit yang sudah berkembang menjadi masalah kesehatan masyarakat.
2. Data kependudukan. Data kependudukan yang perlu dihimpun yang ada kaitannya dengan penyakit yang sedang diamati adalh jumlah dan distribusi penduduk perwilayah, perjenis kelamin, dan per kelompok umur, dan tingkat kepadatan penduduknya, vital statistik tentang kelahiran, kematian akibat penyakit tersebut, perpindahan penduduk ke daerah yang diamati yang mungkin dapat diduga pembawa (carrer) bibit penyakit.
3. Data potensi organisasi. Jumlah RS (kapasitas tempat tidur, jumlah dan kualifikasi tenaga medis/para medis yang dimilki, termasuk berbagai klinik dan dokter praktek swasta yang tersedia di wilayah yang sedang diamati.
4. Keadaan Lingkungan dan geografi. Data linkungan desa dan tempat-tempat umum diwilayah tersebut yang perlu dicatat adalah sekolah, pasar, tempat ibadah, sumber air dan mutu air minum yang digunakan oleh masyarakat, sistem pembuangan air limbah/sampah, jamban keluarga genangan air permanen dan sebagainya.
5. Data Sarana dan prasarana. Data tentang sarana transportasi dan komunikasi (pos dan telpon) yang tersedia di wilayah juga penting mendapat tim perencana.

MENGIDENTIFIKASI MASALAH DAN PERIORITASNYA
Semua aktivitas tersebut di atas adalah bagian dari proses identifikasi masalah, mulai dari langkah awal untuk mengkaji berbagai masalah kesehatan yang berkembang di willayah kerja Puskesmas (analisis sepuluh penyakit terbesar), potensi puskesmas untuk mengatasinya, sejauh mana bantuan Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota, dan RSUD yang dapat diperoleh.
Apa batasan tentang sustu masalah? Masalah adalah kesenjangan yang dapat diamati anatara situasi/kondisi yang diharapkan, atau kesenjangan yang dapat diukur anatara hasil yang mampu dicapai dengan tujuan/target yang ingin dicaoai. Masalah juga dapat dirumusakan dalam hambatan kerja, dan kendala yang dihadapi staf dalam pelaksanaan kegiatan program. Masalah kesehatan masyarakat adalah suatu penyakit yang berkembang pada kurun waktu tertentu dan menyerang kelompok-lelompok masyarakat di suatu wilayah tertentu dengan menggunakan batasan masalah tersebut, berbagai jenis masalah dapat dirumuskan. Semua masalah tersebut dapat dilkelompokan ke dalam tiga kategori masalah yaitu masalah kesehatan masysrakat, manajemen pelayanan kesehatan (masalah program), dan masalah prilaku (termasuk sikap dan pengetahuan tentang penyakit dan kegiatan program kesehatan).
Kriteria Penetapan Menetapkan prioritas maslah kesehatan dapat dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan kritis sebagai berikut:
1. Apakah masalah tersebut menimpa sebagian besar penduduk?
2. Apakah masalah tersebut tersebut potensial sebagai penyebab kematian bayi?
3. Apakah masalah tersebut mempengaruhi kesehatan dan kematian balita?
4. Apakah masalah tersebut mengganggu kesehatan dan mengakibatkan kematian iu hamil?
5. Apakah masalah kesehatan tersebut bersifat kronis (endemik di suatu wilayah tertentu), dan dapat mengganggu produktivitas kerja kelompok masyarakat tertentu?
6. Apakah masalah tersebut menyebabkan kepanikan masyarakat secara luas?
Jika jawabannya ya, skor keenam butir pertanyaan tersebut tinggi. Untuk menetapkan prioritas suatu masalah kesehatan, anggota tim perencana di Puskesmas sebaiknya membuat kesepakatan bersama. Anggota tim perencana terdiri staf yang mengetahui secara jelas perkembangan masalah kesehatanmasyarakat di lapangan. Mereka diminta menyediakan data penunjang untuk menjawab keenam pertanyaan tersebut. Sesuai dengan data yang tersedia dan pemahaman anggota tim tentang berbagai masalah yang sedang dibahas, keenam pertanyaan tersebut di atas diberikan skor (1 sampai dengan 10, atau 1 samapa 5). Tinggi rendahnya skor yang diberikan tergantung dari pemahaman anggota tim tentang permasalahan tentang permasalahan yang sedang dibahas. Dengan perkataan lain, perioritas masalah akan ditetapkan berdasarkan tinggi rendahnya anggka kejadian penyakit tertentu di masyarakat, dan kemudian maslah tersebut ditanggulangi. Semakin tinggi sekornya, semakin penting maslah tersebut dipecahkan. Masalah yang mendapatkan sekor tertinggi dipilih untuk diperioritaskan untuk segera ditanggulangi setiap anggota tim harus memberikan skor sesuai dengan pengamatannya.
Untuk memecahkan masalah tersebut, sebuah rencana sebuah rencana kerja oprasional (RKO) terpadu perlu disusun oleh tim perencana. Perencanaan dan Penganggaran Kegiatan Terpadu (P2KT) perencanaan kesehatan perlu dikembangkan oleh Puskesmas.
Pertimbangan lain yang juga perlu diperhatikan pada saat menetapkan prioritas masalah kesehatan adalah aspek fisibilitasnya (potensi dan kendala) di lapangan.
1. Sejauh mana daerah itu mudah dicapai dengan kendaraan roda empat atau sepeda motor?
2. Bagaimana partisipasi masyarakat dapat dikembangkan untuk ikut mendukung pelaksanaan progaram tersebut?
3. Berapa cakupan kegiatan program yang sudah tercapai?
4. Apakah masalah kesehatan tersebut dapat dipecahkan menggunakan potensi yang tersedia di masyarakat dan yang juga tersedia pada organisasi kesehatan setempat (Puskesmas Dinkes Kabupaten/Kota yang meliputi dana, SDM, teknologi, sarana dan prasarana pendukungnya?
Setiap kriteria tersebut di atas juga perlu diberikan skor 1 sampai dengan 10 atau 1 sampai dengan 5. semakin mudah (fisibel) masalah tersebut diintervensi, semakin relevan dengan kebijakan nasional dan akan semakin tinggi sekor masalah kesehatan tersebut. Ini berarti semakin tinggi prioritasnya untuk dipecahkan.
Dengan menggunakan kedua jenis kriteria tersebut di atas, masalah kesehatan masyarakat yang berkembang di suatu wilayah dan fisibel untuk ditangani dapat dijadikan prioritas masalah. Kriteria pertama menggunakan pendekatan kebutuhan masyarakat (aspek epidemiologis) dan kriteria kedua menggunakan pendekatan sumber daya organisasi. Untuk kejadian luar biasa suatu penyakit, apalagi yang menimbulkan kepanikan masyarakat, kriteri yang pertama lebih banyak, kriteria yang pertama lebih banyak dimanfaatkan untuk menetapkan prioritas masalah.
MENENTUKAN TUJUAN PROGRAM
Setelah prioritas masalah kesehatan ditetapkan, manajer program menetapkan tujuan program. Semakin jelas rumusan masalah masyarakat dengan menggunakan kriteria di atas akan semakin mudah menysun tujuan program. Sebelum rencana kerja operasional disusun, beberapa pertanyaan berikut ini wajib dipahami oleh tim perencana:
1. Berapa besar sumberdaya yang dimiliki oleh organisasi (potensi organisasi-How many)?
2. Seberapa jauh masalah kesehatan masyarakat akan dipecahkan (target program-How far)?
3. Kapan target tersebut akan dicapai (target waktu-When)?
Merumuskan tujuan program oprasional berdasarkan jawaban ketiga pertanyaan tersebut di atas akan bermanfaat untuk:
1. Menetapkan langkah-langkah operasional program
2. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program
Perumusan sebuah tujuan operasional program kesehatan harus bersifat SMART: Spesific (jelas sasarannya, dan mudah dipahami oleh staf pelaksana), Measurable ( dapat diukur kemajuannya), Apporoprite (sesuai dengan target nasional, tujuan program dan vis/misi institusi dan sebagainya), Realistic (dapat dilaksanakan sesuai dengan fasilitas dan kapasitas organisasi yang tersedia), Time bound (sumber daya dapat dialokasikan dan kegiatan dapat direncanakan untuk mencapai tujuan program sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan).
Beberapa penjelasan berikut ini perlu diperhatikan untuk menysun tujuan program.
 Tujuan program adalah hasil akhir sebuah kegiatan. Oleh karena itu, tujuan program dipakai untuk mengukur keberhasilan kegiatan program.
 Tujuan harus sesuai dengan masalah, target ditetapkan sesuai dengan kemampuan organisasi, dan dapat diukur.
 Tujuan penting untuk menysusn perencanaan dan evaluasi hasil akhir
 Target operasional biasanya ditetapkan dengan waktu (batas pencapaiannya) dan hasil akhir yang ingin dicapai pada akhir kegiatan program (dead line). Di tingkat pelaksana, tujuan program kesehatan dijabarkan dalam bentuk tujuan operasional (jelas besarnya sasaran dan target). Semakin tinggi jenjang organisasi, semakin umum rumusan tujuannya.
 Berbagai macam kegiatan alternatif dipilih untuk mencapai tujuan program. Kegiatan untuk mencapai tujuan dikembangkan dari beberapa program terkait.
 Masalah dan faktor-faktor penyebab masalah serta dampak masalah yang telah dan mungkin terjadi di masa depan sebaiknya dikaji lebih dahulu sebelum tujuan dan target operasionalnya ditetapkan.
Kriteria penysunan masing-masing tujuan sesuai dengan hierarkinya adalah sebagai berikut:
1. Goal ( tujuan umum): Bersifat jangka panjang, masih umum, abstrak, dan tidak terpengaruh oleh perubahan situasi. Tujuan ini biasanya dibuat oleh MPR yang dituangkan ke dalam GBHN sektor kesehatan.
2. Tujuan kebijakan: Merupakan bagian dari goal, sasaran populasinya belum ada. Tujuan ini sudah lebih spesifik karena bersifat sektoral dan ditujukan untuk masyarakat di desa. Tujuan seperti ini tertuang dalam sistem kesehatan nasional (SKN). Misalnya :”menurunkan masalah kesehatan di lingkungan masyarakat desa”.
3. Tujuan Program: Target populasinya sudah lebih jelas, ada identifikasi dampak khusus yang dapat diukur jika tujuan program tercapai. Misalnya: “Meningkatnya status gizi masyarakat desa”, “meningkatnya kesehatan lingkungan di desa”, “menurunnya kejadian sakit dan kematian kelompok umur tertentu di desa dan sebagainya”.
4. Tujuan pelayanan: Tujuan ini sudah memiliki kejelasan atau spesialisasi jenis dan tingkat pelayanan yang perlu dilaksanakan. Misalnya: “Menurunnya kejadian dan kematian akibat diare pada anak balita di desa sebanyak 35% dalam kurun waktu tiga taun”.
5. Tujuan sumber: Tujuan di sisni memerlukan identifikasi masukan spesifik (input atau sumber daya tertentu) untuk mencapai tujuan pelayanan. Misalnya: Meningkatnya cakupan penyediaan air bersih sampai 10% setiap tahun; meningkatnya perbaikan sistem pembuangan air limbah (SPAL) dan penyediaan JAGA (jamban Keluarga) sampai 30% dari seluruh rumah tangga penduduk di desa dalam kurun waktu 3 tahun” . jika tujuan ini tercapai, diharapkan tujuan pelayanan juga akantercapai.
6. Tujuan implementasi; Tujuan di sini menjelaskan produk spesifik yang ingin dicapai dan yang juga dapat diukur keberhasilannya stslah program dilaksanakan. Misalnya: “Perlu ditingkatkan persediaan 500 JAGA”, “Memasang 200 SPT, 300 SPAL dalam kurun waktu 3 tahun”. Jika sarana ini tersedia, tujuan sumber (no.5) akan tercapai, dan tujuan program untuk menurunkan kejadian diare (no.4) juga akan tercapai.

PENGORGANISASIAN
1. Batasan Fungsi Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, mengolong-golongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas-tugas pokok dan wewenang, dan pengendelasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan defenisi tersebut, fungsi pengorganisasian merupakan alat untuk memadukan (sinkronisasi) dan mengatur semua kegiatan yang ada kaitannya dengan personil, finansial, material dan tata cara untuk mencapai tujuan organisasi yang telah disepakati bersama. Bedasarkan penjelasan tersebut, organisasi juga dapat dipandang sebagai wadah kerja sama kelompok orang – organisai bersifat statis. Organisasi juga dapat dikaji dari sisi proses kerja sama. Dalam hal ini organisasi juga dapat dikaji dari sisi proses kerja sama. Dalam hal ini organisasi dilihat dari proses kerja sama staf yang berisi uraian tugas untuk mencapai tujuan-organisasi bersifat dinamis. Organisasi juga dapat dikaji dari bagaimana pimpinan menggunakan organisasi untuk mencapai tujuan organisasi-organisasi sebagai alat pimpinan.
2. MANFAAT PENGORGANISASIAN
Dengan mengembangkan fungsi pengorganisasian, seorang manajer akan dapat menegtahui:
1) Pembagian tugas untuk perorangan dan kelompok. Tugas pokok staf dan prosedur kerja merupakan dokumen dari fungsi pengorganisasian, digunakan sebagai panduan kerja staf.
2) Hubungan organisasi antar manusia yang menjadi anggota atau staf sebuah organisasi. Hubungan ini akan terlihat pada struktur organisasi.
3) Pendelegasian wewenang. Manajer atau pimpinan organisasi akan melimpahkan wewenang kepada staf sesuai dengan tugas-tugas pokok yang diberikan kepada mereka.
4) Pemanfaatan staf dan fasilitas fisik yang dimiliki organisasi. Tugas staf dan pemanfata fasilitas fisik harus diatur dan diarahkan semaksimal mungkin untuk membantu staf, baik secara individu maupun kelompok mencapai tujuan organisasi.

3. LANGKAH-LANGKAH PENGORGANISASIAN
Ada enam langkah penting dalam menysun fungsi pengorganisasian.
1) Tujuanan organisasi harus dipahami oleh staf. Tujuan organisasi sudah disusun pada saat fungsi perencanaan.
2) Membagi habis pekerjaan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pokok utuk mencapai tujuan. Dalam hal ini, pipinan yang mengemban tugas pokok organisasi sesuai dengan visi dan misi organisasi. Untuk itu, ia membagi tugas pokoknya kepada staf yang ada. Dari sini akan muncul gagasan departementalisasi, pengembangan bidang-bidang, seksi-seksi dan sebagainya sesuai dengan tugas pokok.
3) Menggolongkan kegiatan pokok ke dalam satuan kegiatan yang praktis (elemen kegiatan). Pembagian tugas pokok ke dalam elemen kegiatan harus mencerminkan apa yang harus dikerjakan staf.
4) Menetapkan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh staf dan menyediakan fasilitas pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya. Pengaturan ruangan dan dukungan alat-alat kerja adalah salah satu contohnya.
5) Penugasan personel yang cakap yaitu memilih dan menetapkan staf yang dipandang mampu melaksanakan tugas. Bagian ini penting dipahami oleh manajer personalia pada saat mengangkat atau memilih staf penjabat atau yang akan melaksanakan tugas-tugas tertentu organisasi.
6) Mendelegasikan weenang.
Tugas-tugas staf dan mekanisme pelipahan wewenang dapat diketahui melalui struktur organisasi yang dianut. Untuk organisasi seperti Puskesmas yang mempunyai jumlah tenaga yang terbatas tetapi ruang linkup kerja dan kegiatannya cukup luas, perinsip kerja sama yang sifatnya interatif perlu diterapkan. Dengan menggunakan prinsip kerja integrasi diharapkan semua kegiatan pokok Puskesmas dapat diselesaikan. Contohnya: kegiatan imunisasi. Staf Puskesmas yang diberikan kewenangan mengoordnasi kegiatan imunisasi hanya satu, tetapi sasaran kelompok penduduk dan wilayah kerjanya cukup luas. Untuk melaksanakan kegiatan tersebut sehingga semua penduduk sasaran dapat diberikan pelayanan imunisasi secara efisiensi dan efektif.
Dalam pembagian tugas harus diperhatikan adanya keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab staf. Wewenang yang terlalu besar akan mendorong terjadinya korupsi jika pengawasannya lemah. Sebaliknya tanggungjawab yang terlalu besar akan mengakibatkan sangat berhati-hati dan sering ragu-ragu melaksanakan tugasnya sehingga menghambat produktivitas mereka. Dengan pembagian tugas dan pendelegasian wewenang akan dapat diketahui hubungan organisasi antara satu staf dengan staf lainnya dalam suatu organisasi.
4. WEWENANG DALAM ORGANISASI
Wewnang adalah kekuasaan atau hak untuk memerintah atau meminta orang lain berbuat sesuatu. Wewenang seseorang dalam sebuah organisasi dibatasi melalui uraian tugasnya sesuai dengan fungsi dan keduadukan staf dala sebuah organisasi.
Wewenang dapat didelegasikan kepada staf bawahan, tetapi manajer tetap bertanggungjawab penuh terhadap keberhasilan atau kegagalan tugas yang dilaksanakan oleh staf meskipun produktivitas kerja staf, manajer sebainya mengatur wewenang yang diberikan kepada staf dan menjelaskan kepada staf bahwa tanggungjawab memang sudah melekat pada tugas-tugasnya sehingga sataf akan merasakan keseimbangan antara wewenang yang dimiliki dan tanggung jawab yang harus diiemban. Dengan pembagian wewnang akan dapat dibedakan berbagai tipe organisasi yatu organisasi lini, organisasi staf, organisasi lini dan staf, atau organisasi dalam bentuk panitia.
1) Wewenang Lini (line authoity)
Wewnang yang menaglir secara vertikal. Pelimpahan wewenang dari atas ke bawah dan pengawasan langsung oleh pimpinan kepada staf yang menerimanya. Organisasi yang menggunakan wewenang lini disebut organisasi lini.
2) Wewnang staf (Staff authoity)
Wewenang yang mengalir ke samping yaitu wewenang yang diberikan kepada stsf khusus untuk membantu melancarkan tugas-tugas staf yang diberikan wewenang lini. Wewenang staf diberikan karena ada spesilaisasi tugas-tugas manajerial yang terkait dengan fungsi staf seperti pengawasan, pelayanan kepada staf,atau penasihat. Organisasi staf adalah organisasi yang mengembangkan wewenang staf.
3) Wewnang sataf dan lini
Perpanduan antara wewenang lini dan staf merupakan bentuk struktur organisasi yang paling umum dianut saat ini. Bentuk organisai kelihatan kompleks tetapi sesungguhnya adalah pengembangan dari bentuk lini dan staf.
PENGGERAKAN DAN PELAKSANA (AKTUASI)
Tujuan fungsi Aktuasi
1) Menciptakan kerja sama yang lebih efisien
2) Mengembangkan kemampuan danketerampilan staf
3) Menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan
4) Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang meningkatkan motivasi dan prestasi kerja staf.
5) Membuat organisasi berkembang secara dinamis.
Aktuasi lebih memusatkan perhatian pada pengelolaan sumber daya manusia. Atas dasar itu fungsi actuating sangat erat hubungannya dengan ilmu-ilmu tentang perilaku manusia. Seorang manajer yang ingin berhasil menggerakan karyawannya agar bekerja lebih produktif, harus memahami dan menerapkan ilmu psikologis, ilmu komunikasi, kepemimpinan, dan sosiologi.
Fungsi aktuasi haruslah dimulai pada diri manajer selaku pimpinan organisasi. Manajer harus menunjukkan kepada stafnya bahwa ia mempunyai tekad untuk mencapai kemajuan dan peka terhadap lingkungannya. Ia harus mempunyai kemampuan bekerja sama dengan orang lain secara harmonis. Persoalan organisasi melalui pengamatan; ia juga harus objektif menghadapi perbedaan dan persamaan karakter stafnya baik sebagai individu maupun kelompok manusia (mempunyai kekuatan dan kelemahan), tidak mungkin akan mampu mempunyai kebutuhan yang bersifat individu (pribadi), dan sosial. Pada diri manusia kadang-kadang muncul juga sifat-sifat emosina.
FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT FUNGSI AKTUASI
Kegagalan manajer menumbuhkan motivasi staf merupakan hambatan utama fungsi katusi. Hal ini dapat terjadi karena manajer kurang memahami hakekat perilaku dan hubungan antar manusia. Seorang manajeryang berhasil akan menggunakan pengetahuannya tentang perilaku manusia untuk menggerakan stafnya agar bekerja secara optimal dan produktif.
Salah seorang pelopor yang memperkenalkan teori tentang perilaku manusia adalah Abraham H. Maslow. Teorinya membahas tentang jenjang (tingkatan) kebutuhan manusia (Hierarchy of needs) yaitu sebagai berikut:
1) Kebutuhan untuk keseimbangan faali (physical needs)
2) Kebutuhan untuk rasa aman dan tentram (security needs)
3) Kebutuhan untuk diterima oleh lingkungan sosialnya (social needs)
4) Kebutuhan untuk diakui (self esteem needs)
5) Kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan diri (actualization needs)
Jika dikaji tingkatan kebutuhan kelompok manusia dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya dan negara maju, akan dapat ditarik kesimpulan bahwa kebutuhan masyarakat di negara berkembang seperti fisik, rasa aman, dan diterima oleh lingkungannya akan mendapat prioritas lebih besar dibandingkan kelompok masyarakat di negara maju. Kebutuhan pokok masyarakat di negara maju seperti sandang, pangan, rokok, dan pendapatan minimum yang sudah ditetapkan sehingga kebutuhan aktualisasi diri dan staf esteem akan lebih menonjol pada para pimipnan.
KEPEMIMPINAN
Kpemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perubahan perilaku orang lain, baik langsung maupun tidak, seorang manajer yang ingin kepemimpinannya lebih efektif ia harus mampu:
1. Memotivasi dirinya sendiri untuk bekerja “membaca”
2. Memiliki kepekaan yang tinggi terhadap permasalahan organisasi dan komitmen tinggi untuk memecahkannya. Ia harus selalu merasa ditantang untuk mengatasi hambatan yang menjadi penghalang tercapainya tujuan organisasi yang ia pimpin.
3. menggerahkan atau memotivasi staf agar mau sadar melaksanakan tugas-tugas pokok organisasi sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab yang melekat pada setiap tugas tersebut.

KEPEMIMPINAN
Kpemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perubahan perilaku orang lain, baik langsung maupun tidak, seorang manajer yang ingin kepemimpinannya lebih efektif ia harus mampu:
1. Memotivasi dirinya sendiri untuk bekerja “membaca”
2. Memiliki kepekaan yang tinggi terhadap permasalahan organisasi dan komitmen tinggi untuk memecahkannya. Ia harus selalu merasa ditantang untuk mengatasi hambatan yang menjadi penghalang tercapainya tujuan organisasi yang ia pimpin.
3. menggerahkan atau memotivasi staf agar mau sadar melaksanakan tugas-tugas pokok organisasi sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab yang melekat pada setiap tugas tersebut.

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
A. Perinsip Pengawasan
Fungsi pengawasan dan pengendalian (contrpling) merupakan fungsi yang terakhir dari proses manajemen. Fungsi ini mempunyai kaitan erat dengan ketiga fungsi manajemen lainnya, terutama dengan fungsi perncanaan. Melalui fungsi pengawasan dan pengendalian, standar keberhasilan program yang dituangkan dalam bentuk target, prosedur kerja dan sebagainya harus selalu dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau yang mampu dikerjakan oleh staf. Jika ada kesenjangan atau penyimpangan yang terjadi harus segera diatasi. Penyimpangannya harus dapat dideteksi secara dini, dicegah dikendalikan atau dikurangi oleh pimpinan. Fungsi pengawasan dan pengendalian bertujuan agar penggunaan sumber daya dapat lebih diefesienkan, dan tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat lebih diefektifkan.
Tugas seorang manajer dalam usahanya menjalankan dan mengembangkan fungsi pengawasan manajerial perlu memperhatikan prinsip pengawasan
1. Pengawasan yang akan dilakukan oleh pemimpin harus dimengerti oleh staf dan hasilnya mudah diukur. Misalnya tentang waktu dan tugas-tugas pokok yang harus diselesakan oleh staf harus dapat dipantau oleh pimpinan sehingga dapat dilaksanakan tepat pada waktunya.
2. Fungsi pngawasan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Tanpa pengawasan, atau pengawasan yang lemah, barbagai penyalahgunaan wewenang akan mudah terjadi.
3. Standar unjuk kerja (standar of perormance) harus dijelaskan kepada semua staf. Karena kinerja staf akan terus dinilai oleh pimpinan sebagai bahan pertimbangan untuk memberikan rewawd kepada mereka yang dianggap mampu bekerja. Jika hal ini dapat dilaksanakan, staf akan lebih meningkatkan rasa tanggung jawab dan komitmennya terhadap kegiatan program sehingga pengawasan akan dapat dilakukan lebih objektif.
Dua jenis standar pengawasan
Standar norma, standar ini dibuat berdasarkan pengawasan pengalaman staf melaksanakan kegiatan program yang dilakasanakan dalam situasi yang sama dimasa lalu.
Misalnya : setiap petugas puskesmas seharusnya dapat mengunjungi 20 rumah setiap minggu dalam rangka program perawatan kesehatan masyarakat (PHN), staf UKS seharusnya dapat mengunjungi semua sekolah diwilyah kerja minimal 3 kali dalam setahun.
Standar keriteria. standar ini diterapkan diterapkan untuk kegitan pelayanan oleh petugas yang sudah mendapat pelatihan, standar ini terkait dengan tingkat profesionalisme staf.
Misalnya setiap kader kesehatan herus mampu menyipakan lrutan garam gula; mengisi KMS dan menjelaskan 3 metode KB. Staf KIA harus mampu melakukan imunisasi BCG pada semua anak antara umur 0-1 tahun. Kedua standar ini digunakan untuk menyusun standar operating prosedur, atau penilaian kemampuan seorang petugas kesehatan.
B. Manfaat Pengawasan
Fungsi pengawasan dan pengendalian dilaksanakan dengan tepat, organisasi yang akan memperoleh manfaatnya yaitu:
1. Dapat mengetahui sejauh mana kegiatan program sudah dilaksanakan oleh staf, apakah sesuai dengan standar atau rencana kerja, apakah sumber dayanya (staf, sarana, dana dan sebagainya) sudah digunakan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, fungsi pengawasan dan pengendalian bermanfaat untuk meningkatkan efesiensi kegiatan program.
2. Dapat mengetahui adanya penyimpangan pada pemahaman staf melaksanakan tugas-tugasnya. Jika hal ini diketahui, pemimpin organisasiakan memberikan pelatihan lanjutan bagi stafnya. Latihan staf digunakan untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan dan keterampilan staf yang terkait dengan tugas-tugasnya.
3. Dapat mengetahui apakah waktu dan sumber daya lainnya mencukupi kebutuhan dan telah dimanfaatkan secara efesien.
4. Dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan
5. Dapat mengetahui staf yang perlu diberikan penghargaan, dipromosikan atau diberikan pelatihan lanjutan.
C. Proses Pengawasan
Pengawasan manajerial sebagai sebuah proses dilakukan oleh manajer dengan mengembangkan tiga langkah penting:
1. Mengukur hasil/prestasi yang telah dicapai oleh staf/organisasi
2. Membandingkan hasil yang telah dicapai dengan tolok ukur (standar) yang telah ditetapkan sebelumnya. Yang dipakai sebagai tolok ukur adalah rencana kerja oprasional, anggaran, tugas dan wewenang staf, mekanisme kerja sama, petunjuk atau peraturan pelaksanaan, dan target kegiatan program.
3. Memperbaiki penyimpangan yang terjadi sesuai dengan faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan. Jika terjadi penyimpangan pimpinan perlu berusaha lebih dahulu untuk mencari faktor-faktor penyebabnya, dan menggunakan faktor tersebut untuk menetapkan langkah-langkah intervensinya.
Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian dapat dikembangkan oleh pimpinan sebelum kegiatan program dilaksanakan. Dalam hal ini, titik perhatian manajer terletak pada perencanaan sumber daya (standar input) sehingga fungsi pengawasan lebih banyak diarahkan untuk mencegah secara dini terjadinya penyimpangan (preventive controling). Pengawasan juga dapat dilakukan pada saat kegiatan sedang berlangsung (process controling). Fungsi pengawasan di sini lebih banyak bersifat formatif-pengembangan sehingga sejauh mungkin akan dapat dikurangi kesalahan staf dalam melaksanakan tugasnya termasuk peningkatan motivasi kerja mereka. Kesalahan staf akan mempengaruhi mutu produk jasa prlayanan. Pengawasan dan pengendalian juga dapat dilakukan segera setelah kegiatan dilakukan untuk mengetahui produktivitas kerja organisasi dan mutu pelayanan secara menyeluruh.

D. Objek Pengawasan
Dalam melaksanakan fungsi pengawasan manajerial, ada lima jenis objek yang perlu dijadikan sasaran pengawasan.
1. Objek yang menyangkut kuantitas dan kualitas barang atau jasa, ini merupakan pengawasan yang bersifat fisik. Misalnya: cakupan iminisasi, jumlah dan jenis vaksin yang tersedia (kuantitas; kualitas vaksin diketahui dari nomor produksi vaksin-Bath number dan kekeruhannya, yang dikembangkan oleh staf pada saat pengambilan darah untuk pemeriksaan Hb (kualitas pelayanan).
2. Keuangan. Misalnya tentang penggunaan dana pemasukan keuangan. Pengawasan terhadap keuangan organisasi memerlukan keterampilan khusus. Pengawasan keuangan disebut dengan internal audit. Objeknya adalah kas harian, neraca laporan keuangan, pemanfaatan dana sesuai dengan alokasi, Peraturan Daerah (Perda) tentang penggunaan anggaran dan sebagainya.
3. Pelaksanaan program di lapangan sesuai dengan RKO yang dibuat oleh tiap-tiap staf.
4. Objek yang bersifat strategis. Pengawasan terhadap penerapan instruksi Dirjen Binkesmas tentang penggunaan jarum suntik untuk mencegah penularan penyakit menular melalui suntikan (Hepatits C, HIV dan sebagainya).
5. Pelaksanaan kerja sama dengan sektor lain tingkat Kabupaten/Kota atau kecamatan.

E. Cara mendapatkan data pada saat Pengawasan
1. Pengamatan Langsung
Supervisi langsung oleh pimpinan ke lapangan bertujuan untuk mengamati kegiatan staf pada staf mereka sedang melaksanakan tugas-tugasnya. Pengamatan dilakukan dengan membandingkan hasil pengamatan dengan standar program. Data atau informasi tentang pelaksanaan suatu program yang diperoleh melalui cara seperti mempunyai kualitas yang terbaik (akurat). Syaratnya, harus ada motivasi tinggi pada pimpinan untuk turun ke lapangan dan dilakukan pengamatan secara objektif (dibandingkan dngan standar).
2. Laporan Lisan
Pimpinan juga dapat memperoleh data langsung tentang pelaksanaan suatu program dengan mendengarkan laporan lisanstaf atau pengaduan masyarakat. Dengan pengawasan melalui laporan lisan, pimpinan hanya memperoleh informasi terbatas tentang kemajuan program atau laporan kasus penyalahgunaan wewenang oleh staf dari laporan masyarakat. Dalam hal ini, pimpinan juga harus peka dengan rawut wajah staf dan cara mereka melapor, jika seandainya laporan yang diterima tidak benar apalagi jika ditunjang dengan data (fakta).
3. Laporan Tertulis
Staf penanggung jawab program diminta membuat laporan singkat tentang hasil kegiatannya. Informasinya hanya terbatas pada hal-hal yang dianggap penting oleh staf. Format laporan staf harus dibuat. Sistem pencatatan dan pelaporan program yang secara rutin dibuat oleh staf dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan program asalkan laporan tersebut sudah danalisis dengan baik.
Ketiga cara mendapatkan informasi untuk melengkapi data yang didapatkan dari fungsi pengawasan tersebut sebaiknya dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan situasi di lapangan. Manajer program sebaiknya mengusahakan agar ketiga metode pengumpulan data dapat saling melengkapi sehingga pengawasan akan lebih objektif karena sudah didukung dengan data lengkap, akurat dan transparan. Jika ketiganya dapat dijalankan, sistem pemantauan pelaksanaan program akan dapat memberikan informasi yang lengkap dan up to date untuk memperbaiki pelaksanaan program.
F. Jenis Pengawasan
Ada tiga jenis pengawasan manajerial yang berkembang pada organisasi pemerintahan di Indonesia:
1. Pengawasan fungsional (struktural)
Fungsi pengawasan ini melekat (Waskat) pada seseorang yang menjabat sebagai pimpinan lembaga. Peranan setiap pimpinan adalah melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan staf yang ada di bawah koordinasinya. Semakin tinggi tingkatan manajer akan semakin luas objek dan aspek pengawasannya, terutama yang bersifat strategis.
2. Pengawasan publik
Pengawasan ini dilakukan oleh masyarakat terhadap jalannya pembangunan pada umumnya. Biasanya dilakukan melalui media massa, atau kotak pos 5000.
3. Pengawasan nonfungsional
Fungsi pengawasan yang sifatnya nonformal biasanya dilakukan oleh badan-badan yang diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan (fungsi sosial kontrol) sepert DPR, Badan Pengawas Keuangan (BPK) Negara, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan funsi Inspektorat yang ada di masing-masing departemen, baik di tingkat pusat maupun di tingkat provinsi.