SELAMAT DATANG DI BLOG INI

IWANGE PUNYAAA

Cari Blog Ini

Selasa, 07 Desember 2010

KOMUNIKASI KELOMPOK DALAM KEPERAWATAN


Kelompok merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari aktivitas kita sehari-hari. Kelompok baik yang bersifat primer maupun sekunder, merupakan wahana bagi setiap orang untuk dapat mewujudkan harapan dan keinginannya berbagi informasi dalam hampir semua aspek kehidupan. Ia merupakan media untuk mengungkapkan persoalan-persoalan pribadi (keluarga sebagai kelompok primer), ia dapat merupakan sarana meningkatkan pengethuan para anggotanya (kelompok belajar) dan ia bisa pula merupakan alat untuk memecahkan persoalan bersama yang dihadapi seluruh anggota (kelompok pemecahan masalah). Jadi, banyak manfaat yang dapat kita petik bila kita ikut terlibat dalam seuatu kelompok yang sesuai dengan rasa ketertarikan (interest) kita. Orang yang memisahkan atau mengisolasi dirinya dengan orang lain adalah orang yang penyendiri, orang yang benci kepada orang lain (misanthrope) atau dapat dikatakan sebagai orang yang antisocial. Dalam dunia keperawatan sendiri komunikasi kelompok digunakan sebagai metode untuk mengatasi masalah-masalah kejiwaan atau psikologis yang dialami oleh klien.
A. DEFINISI
1. Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada komunikasi interpersonal yang terapeutik. Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan. Komunikasi interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal.

2. Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.

3. Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu umtuk mencapai tujuan kelompok.
1. Tujuan Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok dapat digunakan untuk bermacam-macam tugas atau untuk memecahkan masalah. Tetapi, dari semua tujuan itu dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu :
a. Tujuan Personal
- Hubungan Sosial
Komunikasi ini dilakukan agar kita dapat bergaul dengan orang lain. Tujuannya adalah memperkuat hubungan interpersonal dan menaikkan kesejahteraan kita.
- Penyaluran
Tujuan ini biasa dilakukan dalam suasana yang mendukung adanya pertukaran pikiran atau atau dalam diskusi keluarga, dimana keterbukaan diri sangat dibutuhkan. Tujuan ini juga cenderung memfokuskan komunikasi kepada masalah personal daripada hubungan interpersonal.
- Kelompok Terapi
Komunikasi kelompok ini juga dapat bertujuan untuk terapi. Biasanya digunakan untuk memabantu orang menghilangkan sikap-sikap buruk mereka, atau tingkah laku dalam beberapa aspek kehidupan mereka. Misalnya, suatukelompok terapi mencakup orang-orang yang suka minum-minum keras, obat-obatan atau masalah lainnya. Biasanya kelompok terapi ini dibimbing oleh tenaga profesional yang terlatih untuk melakukan psikoterapi kelompok atau bimbingan dengan baik. Dalam keperawatan hal ini dilakukan untuk mengupayakan kepulihan klien yang dirawat di RSJ oleh perawat yang sudah terlatih.
- Belajar
Tujuan belajar ini digunakan oleh seseorang untuk belajar dari orang lain. Belajar terjadi dalam bermacam-macam setting dan paling biasa dalam kelas.Asumsi yang mendasari daribelajar kelompok, adalah ide dari dua kepala atau lebih.
b. Tujuan yang Berhubungan Dengan Pekerjaan
- Pembuatan Keputusan
Orang-orang berkumpul bersama dalam kelompok untuk membuat keputusan mengenai sesuatu. Bila orang berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, mereka lebih suka menerima hasil kerjanya dan melakukannya dengan baik.
- Pemecahan Masalah
Kelompok adalah cara yang terbaik dalam memecahkan masalah. Sehingga dapat pula menyempurnakan hubungan yang kurang baik.
Sedangkan tujuan komunikasi menurut Effendy (2006:8) antara lain:
a. Perubahan sikap (attitude change)
b. Perubahan pendapat (opinion change)
c. Perubahan perilaku (behavior change)Perubahan sosial (social change)

B. UNSUR-UNSUR KOMUNIKASI
untuk terjadinya proses komunikasi minimal terdiri dari 3 unsur yaitu:
1. Pengirim pesan (komunikator).
2. Penerima pesan (komunikan).
3. Pesan itu sendiri.
Awal tahun 1960-an, David K. Berlo membuat formula komunikasi yang lebih sederhana yang dikenal dengan ”SMCR”, yaitu: Source (pengirim), Message (pesan), Channel (saluran-media) dan Receiver (penerima).
a. Komunikator
Pengirim pesan (komunikator) adalah manusia berakal budi yang berinisiatif menyampaikan pesan untuk mewujudkan motif komunikasinya.
Komunikator dapat dilihat dari jumlahnya terdiri dari:
- Satu orang.
- Banyak orang dalam pengertian lebih dari satu orang.
- Massa.
b. Komunikan
Komunikan (penerima pesan) adalah manusia yang berakal budi, kepada siapa pesan komunikator ditujukan.Peran antara komunikator dan komunikan bersifat dinamis, saling bergantian.
c. Pesan
Pesan bersifat abstrak. Pesan dapat bersifat konkret maka dapat berupa suara, mimik, gerak-gerik, bahasa lisan, dan bahasa tulisan.
- Pesan bersifat verbal (verbal communication) antara lain:
 Oral (komunikasi yang dijalin secara lisan).
 Written (komunikasi yang dijalin secara tulisan).
- Pesan bersifat non verbal (non verbal communication) yaitu:
 Gestural communication (menggunakan sandi-sandi -> bidang kerahasiaan)
C. PENGGUNAAN KOMUNIKASI DALAM KELOMPOK
komunikasi digunakan sebagai awal dalam membina rasa percaya antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, yaitu perawat dengan perawat, perawat dengan klien, klien dengan klien yang lainnya. Dengan begitu seorang yang kita ajak berbicara bisa dengan tenang dan tidak ragu dalam mengeksplor perasaannya, mengungkapkan segala masalah yang dihadapinya sehingga tiap-tiap klien mau saling berbagi kepada anggota kelompoknya dengan demikian klien akan merasa lebih lega dan merasa beban masalah yang dihadapi lebih ringan.
Dengan berkolompok seseorang akan lebih mudah menyelesaikan tugas yang diberikan karna segala sesuatu yang dikerjakan secara bersama-sama akan lebi ringan daripada dikerjakan sendiri-sendiri.
Selain itu hidup berkelompok juga bisa Untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan memperoleh kebahagiaan. Sejak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup. Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain, untuk memenuhi kebutuhan biologis kita seperti makan dan minum, dan memnuhi kebutuhan psikologis kita seperti sukses dan kebahagiaan. Para psikolog berpendapat, kebutuhan utama kita sebagai manusia, dan untuk menjadi manusia yang sehat secara rohaniah, adalah kebutuhan akan hubungan sosial yang ramah, yang hanya bisa terpenuhi dengan membina hubungan yang baik dengan orang lain. Abraham Moslow menyebutkan bahwa manusia punya lima kebutuhan dasar: kebutuhan fisiologis, keamanan, kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri.
D. MANFAAT KELOMPOK DALAM KEPERAWATAN
Pentingnya kelompok dalam Keperawatan disebabkan karna :
1. Profesi perawat merupakan bagian dari profesi kesehatan yg anggotanya terdiri dari perawat dimana terjadi satu ikatan profesi yg mempunyai tujuan untuk kepentingan yg sama dalam bidang keperawatan .
2. Profesi perawat terbentuk dari adanya suatu kelompok-kelompok perawat yg mempunyai tradisi, norma, prosedur dan terjadi aktifitas yg sama dalam menjalankan tugas sebagaimana seorang perawat.
3. Terbentuknya kelompok karena adanya partisipasi dari anggota yang mempunyai motivasi dan tujuan dari masing-masing anggota.
4. Setiap anggota saling tergantung satu dg yang lain karena saling memerlukan bantuan.

TEKNIK PENJAHITAN LUKA



1. DEFINISI
Penjahitan luka adalah suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka dengan benang sampai sembuh dan Cukup untuk menahan beban fisiologis.

2. INDIKASI
Setiaplukadimanauntukpenyembuhannyaperlumendekatkantepiluka.

3. LUKA
3.1. Definisi:
Luka adalahsemuakerusakankontinnuitasjaringanakibat trauma mekanis. Trauma taj am menyebabkan :
a. luka iris : vulnusscissum/incicivum
b. lukatusuk : vulnusictum
c. lukagigitan : vulnusmorsum
Trauma tumpulmenyebabkan :
a. lukaterbuka : vulnusapertum
b. lukatertutup : vulnusocclusum ( excoriasidanhematom )
Luka tembakanmenyebabkan : vulnussclopetorum.
3.2. Klasiflkasilukaberdasaradatidaknyakuman :
a. lukasteril : lukadibuatwaktuoperasi
b. lukakontaminasi : lukamengandungkumantapikurangdari 8 jam .
(golden period)
c. lukainfeksiluka yang mengandungkumandantelahberkembangbiakdantelahtimbulgejalalokalmaupungejalaumum.(rubor, dolor, calor, tumor, fungsiolesa).
4. PENGENALAN ALAT DAN BAHAN PENJAHITAN
Alatdanbahan yang diperlukanpadapenjahitanluka :
4.1.Alat (Instrumen)
a. Tissue forceps ( pinset ) terdiridariduabentukyaitu tissue forceps
bergigiujungnya ( surgical forceps) dantanpagigi di ujungnyayaitu
atraumatic tissue forceps dan dressing forceps.
b. Scalpel handles dan scalpel blades (lihatgambar no 1)
c. Dissecting scissors ( Metzenbaum )lihatgambar no 2
d. Suture scissors.(gambar no 2)
e. Needleholders (gambar no 3 )
f. Suture needles ( jarum ) daribentuk 2/3 circle, Vi circle , bentuk
segitigadanbentukbulat.( gambar no 3 )
g. Sponge forceps (Cotton-swab forceps). Lihatgambar no 4
h. Hemostatic forceps ujungtakbergigi ( Pean) danujungbergigi (Kocher) lihatgambar no 4
i. Retractors, double ended ( gambar 5 )
j. Towel clamps ( gambar 5 )





4.2 Bahan :
a. Benang (jenisdanindikasidijelaskankemudian )
b. Cairandesifektan : Povidon-iodidine 10 % (Bethadine )
c. Cairan Na Cl 0,9% danperhydrol 5 % untukmencuciluka.
d. Anestesilokallidocain 2%.
e. Sarungtangan.
f. Kasasteril.
5. CARA MEMEGANG ALAT
a. Instrument tertentusepertipemegangjarum, guntingdanpemegang
kasa: yaituibujaridanjarikeempatsebagaipemegangutama,
sementarajarikeduadanketigadipakaiuntukmemperkuatpegangan
tangan. Untukmembuatsimpulbenangsetelahjarumditembuskan
padajaringan, benangdilingkarkanpadaujungpemegangjarum
b. Pinsetlazimdipegangdengantangankiri, di antaraibujarisertajari
keduadanketiga.Jarumdipegang di daerahseparuhbagianbelakang .
(lihatgambar no 6 )
c. Sarungtangandipakaimenuruttekniktanpasinggung,( lihatgambar
no7)


6. PERSIAPAN ALAT
6.1.Sterilisasidancarasterilisasi
Sterilisasiadalahtindakanuntukmembuatsuatualat-alatataubahandalamkeadaansteril.
Sterilisasidapatdilakukandengancara :
a. Secarakimia : yaitudenganbahan yang bersifatbakterisid , seperti formalin, savlon, alkohol.
b. Secarafisikyaitudengan :
1) Panaskering ( oven udarapanas ) lihatgambar no 8
♦Selama 20 menitpada 200° C
♦Selama 30 menitpada 180° C
♦Selama 90 menitpada 160° C
2). Uapbertekanan( autoclave): selama 15 menitpada 120° C dan
tekanan 2 atmosfer.( lihatgambar no 8 )
3). Panasbasah, yaitu di dalam air mendidihselama 30 menit. Cara inihanyadianjurkanbilacara lain tidaktersedia.

6.2 Pengepakan
Sebelumdilakukansterilisasisecarafisik, semua instrument harusdibungkusdengandua lapis kainsecararapat yang diikutkandalam proses sterilisasi. Padabagianluarpembungkus ,ditempelkansuatuindikator ( yang akanberubahwarna ) setelah instrument tersebutmenjadisteril. Untukmempertahankan agar instrument yang dibungkustetapdalamkeadaansteril, makakainpembungkusdibukamenurut” tekniktanpasinggung.
7. JENIS-JENIS BENANG
7.1 Benang yang dapatdiserap (Absorbable Suture ):
a. Alami ( Natural):
1). Plain Cat Gut : dibuatdaribahankolagensapiataudomba. Benanginihanyamemilikidayaserappengikatselama 7-19 haridanakandiabsorbsisecarasempurnadalamwaktu 70 hari. 2). Chromic Cat Gut dibuatdaribahan yang samadengan plain cat gut ,namumdilapisidengangaram Chromium untukmemperpanjangwaktuabsorbsinyasampai 90 hari.
b. Buatan( Synthetic ):
Adalahbenang- benang yang dibuatdaribahansintetis, sepertiPolyglactin ( merkdagangVicrylatauSafil), Polyglycapron ( merkdagangMonocrylatauMonosyn), danPolydioxanone ( merkdagang PDS II ). Benangjenisinimemilikidayapengikatlebihlama ,yaitu 2-3 minggu, diserapsecaralengkapdalamwaktu 90-120 hari.
7.2 Benang yang takdapatdiserap( nonabsorbable suture )
a. Alamiah ( Natural) :
Dalamkelompokiniadalahbenang silk ( sutera ) yang dibuatdari protein organikbernama fibroin, yang terkandung di dalamserabutsuterahasilproduksiulatsutera.
b. Buatan( Synthetic ) :
Dalamkelompokiniterdapatbenangdaribahandasar nylon ( merkdagangEthilonatauDermalon ). Polyester ( merkdagangMersilene) dan Poly propylene ( merkdagangProlene ).
8. PERSIAPAN PENJAHITAN ( KULIT)
a. Rambutsekitartepilukadicukursampaibersih.
b. KulitdanlukadidesinfeksidengancairanBethadine 10%,
dimulaidaribagiantengahkemudianmenjauhdengangerakan
melingkar.
c. Daerah operasidipersempitdenganduksteril, sehinggabagian
yang terbukahanyabagiankulitdanluka yang akandijahit.
d. Dilakukananestesi local denganinjeksiinfiltrasikulitsekitar
luka.
e. Luka dibersihkandengancairanperhydroldandibilasdengan
cairanNaCl.
f. Jaringankulit, subcutis, fascia yang matidibuangdengan
menggunakanpisaudangunting.
g. Luka dicuciulangdenganperhydroldandibilasdenganNacCl.
h. Jaringansubcutandijahitdenganbenang yang dapatdiserapyaitu
plain catgut ataupoiiglactinsecara simple interrupted suture. i. Kulitdijahitbenang yang takdapatdiserapyaitu silk atau nylon.
9. TEKNIK PENJAHITAN KULIT
Prinsip yang harusdiperhatikan :
a. Cara memegangkulitpadatepilukadengan surgical forceps harus
dilakukansecarahalusdenganmencegah trauma lebihlanjutpada
jaringantersebut.
b. Ukurankulit yang yangdiambildarikeduatepilukaharussama
besarnya.
c. Tempattusukanjarumsebaiknyasekitar 1-3 cm daritepi
lukia.Khusus” daerahwajah 2-3mm.
d. Jarakantaraduajahitansebaiknyakuranglebihsamadengantusukan
jarumdaritepiluika.
e. Tepilukadiusahakandalamkeadaanterbukakeluar( evferted )
setelahpenjahitan.
9.1. SIMPLE INTERUPTED SUTURE. (lihatgambar no 9 )
A. Indikasi :padasemualuka
Kontraindikasi : tidakadaTeknikpenjahitan
Dilakukansebagaiberikut:
a. Jarumditusukkanpadakulitsisipertamadengansudutsekitar 90
derajat, masuksubcutanteruskekulitsisilainnya.
b. Perludiingatlebardankedalamjaringankulitdansubcutan
diusahakan agar tepiluka yang dijahitdapatmendekatdenganposisi
membukakearahluar( everted)
c. Dibuatsimpulbenangdenganmemegangjarumdanbenangdiikat.
d. Penjahitandilakukandariujunglukakeujungluka yang lain.
B. Indikasi : Luka padapersendian
Luka padadaerah yang tegangannyabesar
Kontraindikasi : tidakada
Teknikpenjahitaninidilakukanuntukmendapatkaneversitepilukadimanatepinyacenderungmengalami inverse.misalnyakulit yang tipis. Teknikinidilakukansebagaiberikut:
1. Jarumditusukkanjauhdarikulitsisiluka, melintasilukadankulitsisi
lainnya, kemudiankeluarpadakulittepi yang jauh, sisi yang kedua.
2. Jarumkemudianditusukkankembalipadatepikulitsisikeduasecara
tipis, menyeberangilukadandikeluarkankembalipadatepidekat
kulitsisi yang pertama.
3. Dibuatsimpuldanbenangdiikat.
9.3 Subcuticuler Continuous Suture
Indikasi : Luka padadaerah yang memerlukankosmetik
Kontraindikasi : jaringanlukadenganteganganbesar.
Padateknikinibenangditempatkanbersembunyi di bawahjaringan dermis sehingga yang terlihathanyabagiankeduaujungbenang yang terletak di dekatkeduaujungluka yang dilakukansebagaiberikut.
1. Tusukkanjarumpadakulitsekitar 1-2 cm dariujunglukakeluar
di daerah dermis kulitsalahsatudaritepiluka.
2. Benangkemudiandilewatkanpadajaringan dermis kulitsisi yang
lain, secarabergantianterusmenerussampaipadaujungluka yang
lain, untukkemudiandikeluarkanpadakulit 1-2 cm dariujungluka
yang lain.
3. Dengandemikianmakabenangberjalanmenyusurikulitpadakedua
sisisecara parallel disepanjanglukatersebut.
9.4 Jahitanpengunci (locking stich, Feston)
Indikasi : Untukmenutup peritoneum
Mendekativariasikontinyu (lihatgambar)

BUKU ACUAN :
1. Philip Thorek ; ATLAS TEKNIK BEDAH (Atlas of Surgical techniques), EGC PENERBIT BUKU KEDOKTERAN, 1985
2. Buku Ajar dan Atlas BedahMinor( Minor surgery : A Text and Atlas), John Stuart Brown, EGC PENERBIT BUKU KEDOKTERAN ,1995
3. MediconInstrumente, Catalog no 12 Surgical Instruments andapplicances. Medicon& G .D 78O9.Tutlinger, Germany.
4. PuruhitodanRubingah. Dasar-dasar Tata KerjadanPengelolaanKamarOperasi, Airlangga University Press, Surabaya, 1995.
5. Herman Santoso, dr,MSC, Sp BO, Surgical Suture, PEDOMAN KETERAMPILAN MEDIK, semester 5 Tahun 2004/2005.

Sabtu, 04 Desember 2010

istilah biologi

EPIDEMIOLOGI=ilmu yang mempelajari tentang penyebaran penyakit atau masalah kesehatan serta faktor yang mempengaruhi kesehatan pada sekelompok manusia.
PATOGENESIS=perkembangan keadaan sakit atau penyakit atau peristiwa selular serta mekanisme patologis lainnya yang terjadi dalam perkembangan penyakit.
VIRULENSI=derajat patogenisitas mikroorganisme seperti yang ditunjukkan oleh beratnya penyakit yang dihasilkan dan kemampuannya untuk menginvasi jaringan hospes, secara lebih luas , kemampuan setiap agen infeksi untuk menimbulkan efek patologis.
ANTI GEN=substansi yang dapat menginduksi suatu respons imun spesifik dan bereaksi dengan produk-produk respons tersebut,yaitu,dengan anti bodi spesifik atau limfosit-limfosit T yang disensitisasi secara khusus, atau keduanya.
CLONE= keturunan yang identik secara secara genetis melalui reproduksi aseksual alamiah atau buatan dari organisme tunggal, sel, atau gen.
SALMONELLA=genus bakteri gram negatif.
DIPSTICK=suatu alat yang dugunakan untuk mengukur bahan cairan kimia.
TOKSO=kependekan dari toksoplasmosis.Toksoplasmosis (tokso) adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit sel tunggal toxoplasma gondii. Parasit hidup dalam organisme hidup lain (induknya) dan mengambil semua gizi dari induknya.
ORGANISME=makhluk hidup individual, baikhewan maupun tanaman.
FISIOLOGIST=ilmu mempelajari fungsi atau kerja tubuh manusia dalam keadaan normal.
PENYAKIT AUTO IMUN=timbul dari respon kekebalan terlalu aktif dari tubuh terhadap zat dan jaringan biasanya hadir dalam tubuh=. Dengan kata lain, tubuh justru menyerang sel sendiri.
HIPERSENSITIFITAS=keadaan perubahan reaktivitas dimana tubuh bereaksi dengan respons imun secara berlebihan terhadap bahan asing.
DEFISIENSI IMUN=ketiadaan atau kekurangan; kondisi yang ditandai jumlah imunitas yang kurang dari normal. Atau pasokan imun yang dihasilkan kurang berkompetensi.
IN VITRO=bahasa latin yang berarti dalam gelas/tabung gelas.yaitu proses pembuahan sel telur dan sperma di luar tubuh wanita melainkan didalam tabung khusus.
IN SITU=pada tempat normalnya; terbatas pada tempat asal
IN VIVO =didalam tubuh hidup
IMMUNOGLOBULIN =protein hewan yang memiliki aktivitas anti bodi yang telah di ketahui, disintesis oleh limfosit dan sel plasma serta ditemukan dalam serum dan dalam cairan dan jaringan tubuh lainnya; disingkat Ig.
INHALASI=penarikan udara atau substansi lain kedalam paru-paru.
INJEKSI =tindakan memasukkan cairan kedalam bagian, misalnya kedalam jaringa subcutan percabangan vaskular, atau organ.
RESPON IMUN=respon tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut.
MUKOSA =membran mukosa
INGESTI =tindakan memakan makanan , obat dan sebagainya melalui mulut.
ALERGEN=bahan-bahan yang dapat menyebabkan hipersensitivitas terhadap suatu alergi
ENZIM =sejenis protein yang bertindak sebagai mangkin organik yang dapat mengawal atur serta mempercepatkan tindak balas biokimia dalam sel.

METABOLISME=perubahan-perubahan kimiawi yang terjadi dalam tubuh untuk pelaksanaan berbagai fungsi vital.
ANABOLISME =setiap proses konstruktif dimana substansi sederhana diubah oleh sel hidup menjadi persenyawaan yang lebih kompleks.
KATABOLISME= serangkaian reaksi yang merupakan proses pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana
PROTEIN= suatu zat dalam susunan kimianya mengandung unsur-unsur oksigen, karbon, hydrogen, nitrogen, dan kadang-kadang mengandung unsur-unsur lain seperti sulfur dan fosfor.
GLIKOPROTEIN=suatu protein yang mengandung rantai oligosakarida yang mengikat glikan dengan ikatan kovalen pada rantai polipeptida bagian samping. Struktur ini memainkan beberapa peran penting di antaranya dalam proses proteksi imunologis, pembekuan darah, pengenalan sel-sel, serta interaksi dengan bahan kimia lain.
ATOPIK= kelainan dengan dasar genetik yang ditandai oleh kecenderungan individu untukmembentuk antibodi berupa imunoglobulin E (IgE) spesifik bila berhadapan dengan alergen yang umum dijumpai, serta kecenderungan untuk mendapatkan penyakit-penyakit asma, rhinitis alergika dan DA, serta beberapa bentuk urtikaria.
BCG=preparat yang digunakan sebagai agen imunisasi aktif terhadap tuberculosis dan pada terapi imuno kanker khususnya melanoma ganas.
ANTI BODI=molekul imuno globulin yang bereaksi dengan anti gen spesifik yang menginduksi sintesisnya dan dengan molekul yang sama

Senin, 29 November 2010

karya tulis ilmiah (KTI) sederhana

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Sebagai bangsa dan negara yang berkembang, bangsa Indonesia saat ini dihadapkan pada berbagai macam tantangan dan hambatan dalam mencapai masyarakat yang sehat secara mandiri. Dengan ini diharapkan agar kesempatan begi setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal lebih luas lagi (Depkes RI 2007).
            Definisi sehat menurut World Health Organisation (WHO) adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Sedangkan menurut UU Kesehatan. No.23 Tahun 1992 mengatakan kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Depkes RI, 2003)
Kesehatan merupakan proses yang harus mampu dipertahankan oleh setiap orang, dimana setiap individu harus bisa beradaptasi dengan lingkungan dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang mencakup bio,  psiko, sosial dan spiritual bagi setiap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat maka tujuan dari proses keperawatan dalam meningkatkan kesehatan, lebih menekankan  kepada pencegahan terhadap berbagai gangguan kesehatan serta meminimalisir proses penularan dari penyakit tertentu dan tidak pula mengabaikan upaya pengobatan dalam proses pemulihan dari penyakit   (Doengoes. Dkk. 1998). Penularan penyakit merupakan masalah yang cukup berat dan sering dialami oleh manusia. Dinegara kita penularan penyakit yang disebapkan oleh kuman micobakterium tuberculosis cukup tinggi.
TBC diperkirakan telah menyerang sepertiga penduduk dunia dengan 95% penderitanya berada dinegara berkembang dan sebanyak 75% adalah golongan usia produktif. Saat ini jumlah kasus baru (insidensi) dan kasus lama (prevalensi) TBC diseluruh dunia terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain tingginya angka kemiskinan pada mayoritas  penduduk dinegara berkembang dan dibeberapa daerah diperkotaan di negara maju (id.Answer.yahoo.com/question/index).
            WHO memperkirakan  prevalensi TBC diindonesia sebesar 786 per 100.000 penduduk, dengan 44% diantaranya BTA (+) yakni ditemukannya bakteri mycobacterium tuberculosis dalam dahak (sputum) penderita.Indonesia kini diurutan ketiga jumlah penderita TBC terbanyak di dunia dengan 582.000 kasus baru pertahun sekitar 300 pasien TBC meniggal setiap hari (kompas.com/../2004).
            Di Propinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2006 ditemukan penderita TB paru klinis sebanyak 21.806 jiwa dan diantaranya telah dinyatakan TB paru BTA  (+) sebanyak 2.217 jiwa dan pada tahun 2007 penderita TB paru klinis sebanyak 19.800 jiwa dengan BTA (+) sebanyak 1.954 jiwa. Tahun 2008 penderita TB paru klinis sebanyak 17.791 jiwa dengan BTA (+) sebanyak 1.828 jiwa (profil Dinkes SulTeng. 2006 - 2008).
Kasus TBC di Kota Palu diperoleh data pada tahun 2006 penderita TB paru klinis sebanyak 1.469 jiwa dengan BTA (+) sebanyak 217 jiwa. Tahun 2007  penderita TB paru klinis sebanyak 2.471 jiwa dengan  BTA (+) sebanyak         216 jiwa pada tahun 2008, penderita TB paru klinis sebanyak 1.361 jiwa dengan BTA (+) sebanyak159 jiwa  (profil  Dinkes SulTeng,  2006 – 2008).
Data kasus TBC di RSU. Anutapura Palu, pada tahun 2007 ditemukan  214 jiwa. Penderita usia 5 - 14 tahun sebanyak 2 jiwa, penderita usia 15 - 24 tahun sebanyak 16 jiwa, penderita usia 25 - 44 tahun sebanyak 52 jiwa, penderita usia 45 - 64 sebanyak 93 jiwa penderita usia > 65 tahun sebanyak 51 jiwa penderita dengan jenis klamin laki-laki sebanyak 134 jiwa dan wanita sebanyak 80 jiwa.
Pada tahun 2008 ditemukan sebanyak 250 jiwa. Penderita usia < 1 tahun sejumlah 1 jiwa, penderita usia 1-4 tahun sejumlah 2 jiwa, penderita usia       5 - 14 tahun sejumlah 5 jiwa, penderita usia 15 - 24 tahun sejumlah 15 jiwa penderita usia     25 - 44  tahun sejumlah 79 jiwa, penderita usia 45 - 64 tahun sejumlah 112 jiwa dan penderita usia > 65 tahun sejumlah 37 jiwa, penderita dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 145 jiwa dan wanita sebanyak 105 jiwa (Rekam medik RSU Anutapura Palu).
            Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa penderita penyakiti TBC di RSU Anutapura Palu mengalami peningkatan dari tahun 2007 sampai tahun 2008. Dari beberapa teori yang ada bahwa penularan penyakit ini lebih beresiko pada keluarga klien yang selalu kontak langsung  dengan klien penderita TBC  karena mereka cenderung tidak memperdulikan bahwa penyakit ini  sangat mematikan. untuk itu sangat dibutuhkan  peran dalam keluarga untuk mencegah tarjadinya penularan tersebut.
Berdasarkan masalah yang tertera diatas maka  penulis merasa tertarik untuk memilih judul gambaran peran keluarga dalam pencegahan  penyakit TBC diruangan pipit RSU Anutapura Palu.
  1. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang ada maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimana gambaran peran keluarga dalam pencegahn  penularan penyakit TBC di ruangan pipit RSU Anutapura Palu ? “
  1. Tujuan Penulisan
1.    Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran peran keluarga dalam pencegahan penularan penyakit TBC di ruangan pipit RSU Anutapura Palu.
2.    Tujuan khusus
a.         Untuk memperoleh gambaran  pengetahuan keluarga  tentang penyakit TBC di ruangan pipit RSU Anutapura Palu.
b.         Untuk memperoleh gambaran pengunaan APD pada keluarga klien TBC di ruangan pipit RSU Anutapura Palu.
c.         Untuk memperoleh gambaran kedekatan keluarga secara psikologis dalam menghadapi klien dengan penyakit TBC di ruangan pipit RSU Anutapura Palu.
  1. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan KTI yang berjudul “gambaran peran keluarga dalam pencegahan penyakit TBC diruangan pipit RSU Anutapura Palu” yaitu :
1.    Untuk pihak rumah sakit
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam rangka meningkatkan upaya pencegahan penularan penyakit TBC.
2.      Untuk institusi pendidikan
Dapat mengembangkan ilmu pengetahuan keperawatan terutama dalam masalah mencegah penularan penyakit TBC.
3.      Bagi penulis
Diharapkan hal ini dapat menambah wawasan dan memperluas pengetahuan penulis terutama dibidang penyakit TBC
BAB II
TINJAUAN  PUSTAKA

  1. Tinjauan Umum TBC
1.    Pengertian
a.       Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat berfariasi (Mansjoer A. dkk, 2001).
b.      Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebapkan oleh mycobakterium tuberculosis.(Lorraine, 2006).
c.       Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang terutama menyerang parenkim paru(Brunner and Suddarth, 2002).
d.      Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobakterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Mansjoer A,1999).
e.       Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebapakan oleh kuman micobakterium tuberculosis (Depkes RI, 2000).
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun
2.    Manifestasi klinis
Gejala umum TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam derajat rendah, nyeri dada, dan batuk darah.
Pasien TB paru menampakkan gejala klinis atau umum yaitu:
a.            Tahap asimtomatis.
b.           Gejala TB paru yang khas, kemudian stagnasi dan regresi.
c.            Ekserbasi yang memburuk.
d.           Gejala berulang dan menjadi kronik.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda:
a.          Tanda-tanda infiltrate (redup,bronkial,ronhi basah,dll).
b.         Tanda-tanda penarikan paru, diafragma,dan mediastinum.
c.          Sekret disaluran nafas dan ronkhi.
a.           Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus (kapita selekta, 2001).
Gejala khusus :
a.       Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
b.         Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
c.       Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
d.      Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Gejala akibat TB paru adalah batuk produktif yang berkepanjangan (lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis. Gejala sistemik termasuk demam, menggigil, keringat malam kelemahan, hilangnya nafsu makan, dan penurunan berat badan. seseorang yang dicurigai menderita TB harus dianjurkan menjalani pemeriksaan fisik. tes tuberkulin mantoux, foto toraks, dan pemeriksaan bakteriologi atau histologi. tes tuberkulin harus dilakukan pada semua orang yang dicurigai menderita TB klinis aktif, namun nilai tes tersebut dibatasi oleh reaksi negatif palsu, khususnya pada seseorang yang imunosupresi (misal, TB dengan infeksi HIV). seseorang diperkirakan memiliki gejala TB, kususnya batuk produktif yang lama dan hemoptisis harus menjalani foto toraks, walaupun reaksi terhadap tes tuberkulin intrademalnya negatif.
3.    Klasifikasi Diagnostik TB Paru
a.    TB Paru
1)      BTA mikroskopis langsung (+) atau biakan (+), kelainan foto toraks menyokong TB, dan gejalak linis sesuai TB.
2)      BTA mikroskopis atau biakan (-), tatapi kelainan rontgen dan klinis sesuai TB dan memberikan  perbaikan pada, pengobatan awal TB (initial terapi) pasien golongan ini  memerlukan pengobatan  yang adekuat.
b.    TB Paru tersangka
Diagnosis pada tahap ini bersifat sementara sampai hasil pemeriksaan BTA didapat (paling lambat 3 bulan). pasien dengan BTAmikroskopis langsung (-) atau belum ada hasil pemeriksaan atau pemeriksaan belum lengakap, tetapi kelainan rontgen dan klinis sesuai TB paru pengobatan dengan anti TB  sudah dapat dimulai.
c.    Bekas TB ( tidak sakit)
Ada riwayat TB pada pasien dimasa lalu dengan atau tanpa pengobatan  atu gambaran rontgen normal atau abnormal tetapi stabil pada foto serial dan sputum BTA (-) kelompok ini tidak perlu diobati.
4.    Penularan Penyakit TBC.
a.    Cara Penularan.
Sumber penularana adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat ter infeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe, saluran napas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidakm enular.Kemungkinan seseorang ter infeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain. meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
b.      Resiko Penularan.
Resiko penularan setiap tahun  Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan ber fariasi antara 1/2 %. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah dengan ARTI 1 %, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 % penderita adalah BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS.
c.  Riwayat Terjadinya Tuberkulosis
Infeksi Primer :
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran linfe akan membawa kuma TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4 - 6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB)
. Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
5.      Komplikasi Pada Penderita Tuberkulosis :
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :
a.    Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.
b.   Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
c.    Bronkiectasis dan Fibrosis pada paru.
d.   Pneumotoraks spontan kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
e.    Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya
f.    Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.
        Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.
6.      Penatalaksanaan
1.      Obat Anti TB (OAT)
OAT harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga.tujuan pemberian Oat antara lain :
a.       membuat konfersi sputum BTA (+) menjadi (-) secepat mungkin melalui kegiatan bakterisid.
b.      Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan  dengan kegiatan sterilisas.
c.       Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan imunologis.
Jenis dan dosis obat :
1)      Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bekterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang.Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg bb,lanjutkan dengan dosis 10 mg/kg BB.
2)      Rifampisin (R)
Bersifat bakterisit, dapat membunuh kuman semi dormant (persisten) yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Dosis diberikan sama untuk pengobatan harian maupun lanjutan 3 kali seminggu 10 mg/kg BB.
3)      Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB sedangkan lanjutan 3 kali seminggu dengan dosis 35 mg/kg BB.
4)      Streptomycine (S)
Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg bb sedangkan untuk pengobatan lanjutan 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita berumur sampai dengan 60 tahun atau lebih diberikan 0,30 gr/hari.
5)      Etambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB.
2.      Maka Pengobatan TB dilakukan melalui 2 fase, yaitu :
a.       Fase awal intensif, dengan kegiatan bakterisid untuk memusnahkan populasi kuman yang membelah dengan cepat.
b.      Fase lanjutan melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan jangka pendek atau kegiatan bakteriostatikpada pengobatan konvensional. (Mansur A, 2001).
3.      Pencegahan dan pengendalian
Program-program kesehatan masyarakat sengaja dirancang untuk deteksi dan pengobatan kasus dan sumber infeksi secara dini. Menurut hukum, semua orang dengan TB  tingkat 3 atau tingkat 5 harus dilaporkan kedepartemen kesehatan. penapisan kelompok beresiko, tinggi adalah tugas penting departemen kesehatan lokal. Tujuan mendeteksi dini seseorang dengan infeksi TB adalah untuk mengidentifikasi  siapa saja yang akan memperoleh keuntungan dari terapi pencegahan untuk menghentikan perkembangan TB yang aktif secara klinis. Program pencegahan ini memberikan keuntungan tidak saja untuk seseorang  yang telah terinfeksi namun juga untuk masyarakat pada umumnya. karena itu, penduduk yang sangat beresiko terkena TB harus dapat diidentifikasi  dan prioritas untuk menentukan program terapi obat harus menjelaskan resiko versus manfaat terapi. Eradikasi TB meliputi penggabungan kemoterapi yang efektif, identifikasi kontak dan kasus serta tindak lanjut yang tepat. Dalam penanganan  pada pasien atau yang beresiko tinggi terinfeksi penyakit TB.
B.Tinjauan Umum Tentang Keluarga
1.  Pengertian
Menurut WHO (1969) keluarga adalah anggota rumah tangga yang paling berhubungan melalui pertalian darah.
Menurut selvicion G. Bailon dan Afacelis Magloya (1989), keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang bergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan/pernikahan dan mereka hidupdalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain , dan didalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaannya.
Menurut Depkes RI (1998), Keluarga adalh unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
2.   Struktur Keluarga
a.   Menurut macam
Struktur keluarga terdiri dari macam-macam, diantaranya adalah :
1)  Patrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
2)  Matrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara dalam beberapa generasi, dimana hubungan iitu disusun melalui jalur garis Ibu.
3)  Matrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.
4)  Patrilokal
Adalah sepasang sumi istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.
5)  Keluarga kawinan
Adalah hubungan suami istri sebagaidasar bagi pmbinaan keluarga dan bebrapasanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami istri (Nasrul effendi,1998 ).
b.  Ciri-ciri struktur masyarakat
1)  Terorganisasi
Saling berhubungan, saling ketrgantungan antara anggota keluarga
2)  Ada keterbatasan
Setiapanggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing.
3)  Ada perbedaan dan kekhususan
Setiapanggota keluarga mempunyai peran dan fungsinya masing-masing.




3.  Fungsi keluarga
Menurut freidman, 1998 adalah :
a.       Fungsi efektif
    Adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu  mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikologis anggota keluarga.
b.      Fungsi sosialisasi dan tempat beroialisasi
      Adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan dengan orang lain diluar rumah.
c.       Fungsi reprioduksi
      Adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
d.      Fungsi ekonomi
    Yaitu keluarga berfungsi unuk memenuhi kebutuhan keluarga secara eionomi dan tempat unuk mengembangkan kemampuan inividu meningkatkan penghasilan unutuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e.       Fungsi keperawatan/memelihara kesehatan
    Yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan .
4.  Tugas keluarga
                Dalam sebuah keluarga ada beberapa tugas dasar didalamnya terdapat delapan tugas pokok  sebagai berikut :
a.       Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya
b.      Memelihara sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga
c.       Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-masing
d.      Sosialisasi antar anggota keluarganya
e.       Pengaturan jumlah anggotakeluarga
f.       Pemeliharaan  ketertiban anggota keluarga
g.      Penempatan anggota-anggota  keluarga dalam masyarakat yang lebih luas
h.      Membangkitkan dorongan dan semangat pada para anggota keluarga (Nasrul effendi, 1998).
Sedangkan tugas keluarga dibidang kesehatan ada lima yaitu :
a.             Mengenal masalah kesehatan keluarga .
b.             Memutuskan tindakan kesehatan yang yepat bagi keluarga.
c.             Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.
d.   Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga
e.    Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga (Suprajitno, 2004).

C.    Tinjauan Umum Tantang Pengetahuan

Pengetahuan adalah sesuatu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga sehingga mendapatkan hasil (Notoatmojo, 2003) sedangkan menurut kamus besar bahasa indonesia,2003 pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui (Kamus besar Bahasa Indoonesia, 2003 ) prilaku yang didasari oleh ilmu pengetahuan diharapkan akan lebih baik jika dibandingkan dengan prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan tetapi meningkatnya pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan prilaku (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan sebagai berikut :
1)      Tahu (Know)                                                                                          Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya .
2)      Memahami (Comprehensio )
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui.
3)      Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari.
4)       Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-komponen.
5)      Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6)       Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi yaitu kemampuaan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmojo, 2003).
Menurut teori Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo, (2003) bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan dan tradisi sebagai faktor predisposisi disamping faktor pendukung seperti lingkungan fisik, prasarana dan faktor pendorong yaitu sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya.Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari objek penelitian atau responden. Data yang bersifat kualitatif digambarkan dengan kata-kata, sedangkan data yang bersifat kuantitatif berwujud angka-angka, hasil perhitungan atau pengukuran, dapat diproses dengan cara dijumlahkan, dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan dan diperoleh persentase, setelah dipersentasekan lalu ditafsirkan kedalam kalimat yang bersifat kualitatif.
a.       Kategori baik yaitu menjawab benar 76 % – 100 % dari yang diharapkan
b.       Kategori cukup yaitu menjawab benar 56 % – 75 % dari yang diharapkan
c.       Kategori kurang yaitu menjawab benar dibawah 56 % dari yang diharapkan.
NANDA (2005) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang terkait dengan kurang pengetahuan (deficient knowledge) terdiri dari kurang terpapar informasi, kurang daya ingat/hapalan, salah menafsirkan informasi, keterbatasan kognitif, kurang minat untuk belajar dan tidak familiar terhadap sumber informasi (Nanda, 2005). Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan/knowledge seseorang di tentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a. Keterpaparan terhadap informasi
b. Daya ingat
c. Interpretasi informasi
d. Kognitif
e. Minat belajar dan Kefamiliaran akan sumber informasi.


D.    Tinjauan Umum Alat Perlindungan Diri ( APD )            
Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai kebutuhan untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya (id.wikipedia.org/wiki/Alat_pelindung_diri). Dewasa ini pelayanan kesehatan setiap hari dihadapkan kepada tugas yang berat untuk bekerja  dengan aman dalam lingkungan yang membahayakan. Kini, resiko pekerjaan yang umum dihadapi oleh petugas pelayanan kesehatan adalah kontak dengan darah dan cairan tubuh lainnya sewaktu perawatan rutin pasien (Gerson dan Vlavov, 1992).  Sebagai  penolong perawat akan dengan mudah terpapar dengan jasad renik maupun cairan tubuh seseorang yang memungkinkan penolong dapat tertular oleh penyakit. Prinsip utama dalam Menghadapi darah, cairan tubuh atau droplet dari penderita adalah  “ Darah dan semua cairan tubuh sebagai media penularan penyakit”. Selain perawat keluarga juga tidak lepas dari hal tersebut sehingga mereka juga  perlu menggunakan APD karena keluarga selalu melakukan kontak langsung saat menjaga atau menjenguk kerabatnya yang sedang sakit.  Beberapa penyakit yang dapat menular diantaranya adalah Hepatitis, TBC, HIV/AIDS. Disamping itu APD juga berfungsi untuk mencegah penolong mengalami luka dalam melakukan tugasnya.
Jenis APD :
1. Sarung tangan Lateks, Jangan menggunakan sarung tangan yang terbuat dari kain saja karena cairan dapat merembes. Bila akan melakukan tindakan lainnya yang memerlukan sarung tangan kerja, maka sebaiknya sarung tangan lateks dipakai terlebih dahulu.
2.     Kacamata Pelindung, Berguna untuk melindungi mata dari percikan darah maupun mencegah cedera akibat benturan atau kelilipan pada mata saat melakukan pertolongan
3.    Baju pelindung, Penggunaannya kurang popular di Indonesia, gunanya adalah untuk mencegah merembesnya cairan tubuh penderita melalui baju penolong.
4.    Masker Penolong, Sangat berguna untuk mencegah penularan penyakit melalui udara
5.    Masker Rususitasi, Diperlukan bila akan melakukan tindakan Resusitasi Jantung dan paru, mencegah penularan penyakit melalui udara.
6.    Helm, Dipakai bila akan bekerja di tempat yang rawan akan jatuhnya benda dari atas, misalnya dalam bangunan runtuh dan sebagainya.
APD yang digunakan dalam mencegah penularan penyakit TBC lebih  mengarah pada penggunaan masker. Masker harus cukup besar untuk menutup untuk hidung, muka bagian bawah, rahang dan semua rambut muka. Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar dari mulut atau  hidung pasien saat bercerita, batuk, atau bersin. Masker terbuat dari berbagai bahan, antara kain katun ringan, kasa, kertas sampai bahan sintetis, yang beberapa diantaranya tahan terhadap cairan (Chen dan Welleke, 1992). Apa bila keluarga pasien saat menjaga atau menjenguk tidak menggunakan APD yang tepat maka penularan penyakit akan sangat mudah terjadi.
E.     Tinjauan Umum Tentang Psikologis
Psikologis berasal dari bahasa yunani kuno psyche = jiwa dan logos  =  kata. Dalam arti  bebas Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa/mental itu secara langsung karena sifatnya yang abstrak,tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa/mental tersebut yakni berupa tingkah laku dan proses atau kegiatannya,sehingga psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental.
            Definisi lain dari psikologi adalah:
1.      Psikologi adala ilmu mengenai kehidupan mental (the science of mental life)
2.      Psikologi adalah ilmu mengenai pikiran (the science of mind)
3.      Psikologi adalah ilmu mengenai tingkah laku (the science of behavior)
Namun secara lebih spesifik, psikologi lebih banyak dikaitkan dengan kehidupan organisme manusia. Dalam hubungan ini psikologi didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha memahami prilaku manusia, alasan dan cara mereka melakukan sesuatu, dan juga memahami bagaimana makhluk tersebut berpikir dan berperasaan (Gleitman,1987). Secara psikoloigis keluarga merupan orang yang paling dibutuhkan oleh pasien hal ini disebabkan  karena sudah terjalin rasa kasih sayang, kebersamaan, serta cinta kasih dalam dinamika kekeluargaan tersebut. Terkadang dengan perasaan, seseorang tidak lagi memikirkan dampak yang akan ditimbulkan melalui kontak langsung dengan penderita sehingga hal ini perlu mendapat perhatian. Sebaiknya seorang keluarga atau penjaga pasien harus mampu menggunakan pikiran tentang aspek yang akan dihadapi kedepan nanti terutama tingkah laku saat kontak dengan pasien. Penularan sering terjadi didalam ruang lingkup yang sama contohnya  penyakit akan lebih mudah  menular pada orang yang sering kontak langsung dengan penderita dari pada orang yang jarang bertemu dengan penderita. Dengan alasan psikologis penularan penyakit bukanlah hal yang berarti dibandingkan dengan aspek kebersamaan antar keluarga (Blogspot.com).
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPRASIONAL

A.    Kerangka konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini adalah :
Variabel Independen                                                  variabel Dependen

Pengetahuan
 
 
Pengetahuan


Penggunaan APD
 

Pencegahan Penularan penyakit TBC
 
 
Penggunaan APD                                           penularan penyakit TBC
Aspek Psikologis (Kedekatan    keluarga)
 
 


Aspek psikologi

B.     Definisi Operasional
1.                                                Pencegahan Penularan Penyakit TBC
Adalah proses yang dilakukan oleh keluarga untuk menghambat pindahnya kuman TBC kepada orang lain.
2.      Pengetahuan
   Adalah hal-hal yang dipahami dan dimengerti oleh keluarga penderita, tentang penyakit TBC dan cara penularannya.
Alat ukur         : kuesioner
Cara ukur         : pengisian kuesioner
Skala ukur       : ordinal
Hasil ukur        :
-           baik bila responden menjawab > median  (> 8)
-          kurang baik bila responden menjawab                     < median (< 8).
3.                                                Penggunaan alat pelindung diri
Yaitu satu atau lebih alat yang digunakan oleh pihak keluarga klien untuk mencegah dan meminimalisir resiko penularan penyakit TBC yaitu masker dan baju pelindung.
Alat ukur         : lembar observasi
Cara ukur         : observasi langsung
Skala ukur       : nominal
Hasil ukur        :
                          -  menggunakan
                                      - tidak menggunakan
4.                        Aspek psikologis keluarga
Adalah suatu perasaan yang dimiliki oleh individu yang membuat mereka menjadi lebih dekat antara satu sama lain sehingga penularan penyakit tidak dapat dihindarkan..
Alat ukur         : lembar wawancara
Cara ukur         : wawancara
Skala ukur       : nominal
Hasil ukur        :
-          dekat bila responden menjawab dengan skor > median      (> 3).
-          Tidak dekat bila responden menjawab dengan skor             < median (<3)


















BAB IV
METODE PENELITIAN

  1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu menggambarkan hasil pengkajian  terhadap variabel yang diteliti.
  1. Tempat dan Waktu Penelitian
1.      Tempat penelitian
penelitian ini dilaksanakan diruangan pipit Rumah Sakit Umum  Anutapura Palu.
2.      Waktu penelitian
penelitian dilaksanakan pada tanggal 26 bulan Agustus 2009.
  1. Populasi dan Sampel
1.      Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel yang menyangkut masalah yang diteliti (nursalam, 2000).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua keluarga pasien TBC yang dirawat diruangan Pipit RSU Anutapura Palu pada tanggal 26 agustus sampai tanggal 30 agustus.
2.      Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah keluarga pasien TBC yang dirawat di ruangan Pipit RSU Anutapura Palu.
Cara pengambilan sampel yaitu dengan cara purposive sampling, dengan kriteria :
    1. Inklusi : keluarga pasien TBC yang berada ditempat penelitian.
    2. Eksklusi :
-          Keluarga pasien TBC yang bersedia menjadi responden.
-          Keluarga pasien dengan usia > 12 tahun.
-          Keluarga pasien yang mampu membaca dan menulis.
  1. Manajemen Data
1.    Pengumpulan data
Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara, observasi,dan pengisian kuesioner
2.         Jenis data
a.       Data primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara, observasi dan pengisian kuesioner pada  keluarga klien penderita TBC yang dirawat diruangan pipit RSU anutapura palu.
b.      Data sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari departemen kesehatan propinsi sulteng dan hasil rekam medikRSU Anutapura Palu.
3.         Pengolahan data
a.       Editing yaitu memeriksa kembali data-data yang telah dikumpulkan apakah ada kesalahan atau tidak
b.      Coding yaitu pemberian kode pada jawaban yang bersifat kategori.
c.       Tabulating penyusunan atau perhitungan data berdasarkan feriabel yang diteliti.
d.      Cleaning yaitu membersihkan data dengan melihat variabel yang digunakan apakah data-datanya sudah benar atau belum.
e.       Describing yaitu menggambarkan atau menjelaskan data yang sudah dikumpulkan.
4.    Analisa data
Analisa data menggunakan analisis deskriptif dalam bentuk persentase, dengan menggunakan rumus (Sudjana,N.1991).
f
P  =       x 100%
            n
keterangan :
P : proporsi
f : frekuensi
n : sampel
5.    Penyajian data
Data diolah dan disajikan dalam bentuk narasi dan tabel.









BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.  Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1.      Keadaan Geografis
Rumah Sakit Umum Anutapura Palu berlokasi di Jalan Kangkung No.1 Palu Kecamatan Palu  Barat menempati lahan seluas 27.775 m², dengan luas bangunan hingga saat ini seluas 10.691,44 m². (profil RSU Anutapura Palu, 2008).
2.      Keadaan Pelayanan Kesehatan
            Rumah Sakit Umum Anutapura Palu merupakan Rumah Sakit Tipe B dan sebagai rumah sakit rujukan bagi fasilitas kesehatan yang menjadi milik Pemerintah Kota Palu. Pada tahun 2005, Rumah Sakit Umum Anutapura Palu mendapatkan pengakuan (Akreditasi Penuh atas lima pelayanan dasar Rumah Sakit). Sasaran pelayanan yang terdiri dari : Pelayanan rawat jalan melayani 12 Poliklinik, sarana pelayanan rawat inap dengan kapasitas 192 tempat tidur (TT) dan 6 penunjang medis,(Profil RSU Anutapura Palu, 2008).
3. Ketenagaan Rumah sakit
Ketenagaan Rumah Sakit Umum Anutapura Palu berjumlah 622 pegawai, dengan kualifikasi sebagai berikut :
a.    Tenaga medis = 52 orang
b.    Tenaga perawat = 358 orang
c.    Tenaga farmasi = 20 orang
d.   Tenaga gizi = 5 orang
e.    Tenaga non medis teknisi medis = 33 orang
f.     Tenaga non medis sanitasi = 19 orang
g.    Tenaga non medis kesehatan masyarakat = 38 orang
h.    Tenaga non kesehatan = 105 orang (Profil RSU Anutapura Palu, 2008).
4.    Visi
” terwujudnya pelayanan kesehatan yang prima dan terjangkau tahun 2010 ”
5.    Misi
a.    Menyediakan sarana dan prasarana rumah sakit yang refresentatif.
b.    Memberikan pelayanan kesehatan secara profesional, ramah dan beretika serta bertanggung jawab.
c.    Meningkatkan dan mengembangkan sumberdaya manusia Rumah Sakit melalui pendidikan dan pelatihan.
d.   Menjadi Rumah Sakit rujukan untuk semua instansi kesehatan yang ada dikota palu dan sekitarnya.
6.                  Motto
” senyum dan ramah ”
Artinya : Dalam keramah tamahan dan senyum membawa andil dalam penyembuhan.
B.     Hasil Penelitian
1.    Analisa univariat
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 26 sampai tanggal 30 agustus 2009 penelitian ini menggambarkan tentang pengetahuan, penggunaan APD, dan aspek psikologis sebagai variabel independend sedangkan variabel dependendnya adalah pencegahan penularan penyakit TBC.
a.    Pengetahuan
Pengetahuan responden tentang pencegahan penularan penyakit TBC ditemukan jawaban dari responden dimana dikatakan baik jika responden mendapat skor lebih dari atau sama dengan median (> 8) dari jawaban yang diajukan dan dikatakan kurang baik jika responden hanya mendapatkan skor kurang dari median    (< 8 )dari jawaban pertanyaan yang diajukan.
Tabel 5.1
Distribusi pengetahuan responden tentang pencegahan penularan penyakit TBC diruangan pipit RSU Anutapura Palu.

No
Pengetahuan
Jumlah
Presentase (%)
1
2
Baik
Kurang baik
33
3
91,7 %
8,3 %

total
36
100 %
Sumber : data primer 2009
Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa responden yang mengetahui tentang pencegahan penularan penyakit TBC yang dilihat dari kuesioner yang terdiri dari pengertian, tanda dan gejala, komplikasi yang berpengetahuan baik sebanyak 33 responden ( 91,7 % ) sedangkan yang berpengetahuan kurang baik sebanyak 3 responden ( 8,3 % ).





b. Penggunaan APD
Tabel 5.2
Distribusi reponden dalam penggunaan APD diruangan pipit
RSU Anutapura Palu

No
Alat pelindung diri (APD)
Jumlah
Presentase (%)
1
2
Menggunakan
Tidak menggunakan
_
36
_
100 %

total
36
100 %
Sumber : data primer 2009
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa tidak ada responden yang menggunakan APD saat menjenguk klien TBC.
c.  Aspek psikologis
Tabel 5.3
Distribusi aspek psikologis responden diruangan pipit
RSU Anutapura Palu

No
Psikologis
Jumlah
Presentase (%)
1
2
Dekat
Tidak dekat
21
15
58,3  %
41,7 %

total
36
100 %
 Sumber : data primer 2009
Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa responden yang dekat dengan penderita sebanyak 21responden (58,3 %) sedangkan yang tidakdekat dengan penderita sebanyak 15 responden (41,7 % ).

C.    Pembahasan
1.   Pengetahuan tentang pencegahan penularan penyakit TBC
Dari hasil penelitian tentang pencegahan penularan penyakit TBC yang dilakukan diruangan pipit RSU Anutapura Palu didapatkan gambaran pengetahuan responden terhadap pencegahan penularan TBC sebanyak 33 responden (91,7 %) yang berpengetahuan baik sedangkan 3 responden (8,3%) berpengetahuan kurang baik. Hasil ini merupakan hasil dari kuesioner yang pertanyaannya terdiri dari pengertian, tanda dan gejala, komplikasi cara penularan pengobatan dan pencegahan penularan TBC. Pengetahuan responden ini tidak hanya didapatkan dari pengisian koesioner, tetapi juga melalui wawancara langsung kepada responden. Dari beberapa sampel yang diwawancarai berkomentar bahwa mereka mengetahui tentang penyakit TBC yaitu penyakit yang menyerang paru-paru dengan tanda dan gejala batuk dan harus mendapatkan pengobatan selama 6 bulan dan penularannya dapat dicegah dengan memgunakan masker.
Pengetahuan merupakan kemampuan responden itu sendiri dalam memahami konsep TBC makin tinggi pengetahuan responden tersebut maka makin mudah pula untuk menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki (kuncoro ningrat, 1997). Hal ini diharapkan akan berpengaruh pada tindakan dan prilakau yang berhubungan dengan usaha pencegahan penularan penyakit TBC. Tetapi kenyataan berbeda dengan yang diharapkan pihak keluarga sebenarnya sudah mengetahui tentang penyakit TBC akan tetapi pengetahuannya itu tidak dibarengi dengan prilaku mereka saat berinteraksi dengan penderita.
Prilaku yang didasari oleh ilmu pengetahuan diharapkan akan lebih baik jika dibandingkan dengan prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan tetapi meningkatnya pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan prilaku (notoatmodjo, 2007). Pengetahuan tentang kesehatan sangatlah penting yang harus dimiliki oleh setiap orang sebelum suatu tindakan kesehatan pribadi dilakukan. Namun tindakan kesehatan yang diharapkan tidak akan terjadi kecuali dari dalam diri sendiri mau untuk memotifasi diri dalam bertindak atas dasar pengetahuan yang dimiliki (Surianti, 2007)
2.      Penggunaan APD
Dalam usaha  pencegahan penularan penyakit TBC dari 36 responden tidak ada yang menggunakan APD saat menjenguk klien.Tidak adanya keluarga yang menggunakan APD saat menjenguk klien menurut peneliti disebabkan karena faktor kebiasaan, ekonomi, dan kurangnya kesadaran keluarga tantang pentingnya penggunaan APD dalam mencegah penularan penyakit hal ini sesuai dengan teori Notoatmodjo yang mengatakan meskipun kesadaran dan pengetahuan masyarakat sudah tinggi tentang kesehatan, namun praktik tentang kesehatan atau prilaku hidup sehat masih rendah disebabkan karena sarana dan prasarana yang tidak mendukung. Jika hal ini dibiarkan terus menerus maka tidak menutup kemungkinan penularan penyakit TBC akan terus meningkat sehingga penderita pun akan bertambah banyak sedangkan kita ketahui bahwa APD adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai kebutuhan untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang sekelilingnya dengan menggunakan APD yang tepat diharapkan penularan penyakit TBC dapat di minimalisir (id.wikipedia.APD) APD yang digunakan minimal adalah masker. Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar dari mulut atau hidung pasien saat bercerita, batuk, atau bersin. Masker terbuat dari berbagai bahan ,antara kain katun ringan, kasa, kertas sampai bahan sintetis yang beberapa diantaranya tahan terhadap cairan (Chen dan Welleke,1992).
3.      Aspek Psikologis
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, responden yang dekat dengan klien sebanyak 21 responden (58,3%) dan responden yang kurang dekat dengan klien sebanyak 15 responden (41,7), hasil ini didapatkan dari jawaban koesioner yang diajukan sedangkan dari pertanyaan yang sistemnya sebagai penguat dari kuisioner beberapa dari responden menjawab senang tanpa beban saat menjaga klien.
          Dekat atau tidaknya pihak keluarga dengan klien itu tergantung seberapa sering mereka berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Semakin dekat seseorang yang sehat dengan orang yang sakit maka semakin besar pula resiko terjadinya penularan penyakit pada orang yang sehat tersebut (blogspot.com). Dari hasil penelitian ditemukan bahwa sebagian besar keluarga klien dekat dengan klien karena kebanyakan dari mereka adalah istri, anak dan saudara dimana diantara mereka masih terjalin rasa kasih dan sayang yang masih begitu erat dari dalam jiwa masing-masing. Dari keadaan tersebut membuat mereka sangat beresiko sekali tertular dari penyakit yang diderita oleh keluarganya sehingga hal ini harus menjadi renungan untuk pihak keluarga dalam mengontrol emosi dan prilaku saat berinteraksi dengan klien demi kepentingan bersama.


BAB VI
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulkan sebagai berikut :
1. Pengetahuan keluarga pasien TBC yang dirawat diruangan pipit RSU Anutapura dalam pencegahan penularan penyakit TBC yang berkategori baik sebanyak 33 responden (91,7%) dan yang berpengetahuan kurang baik sebanyak 3 responden (8,3%).
2. Keluarga pasien TBC yang dirawat di ruangan pipit RSU Anutapura Palu yang menggunakan APD saat berinteraksi dengan  klien tidak ada atau keseluruhan total responden tidak menggunakan APD saat berinteraksi dengan klien.
3. Keluarga pasien TBC yang dirawat diruangan pipit RSU Anutapura Palu yang memiliki hubungan dekat dengan klien sebanyak 21 responden (58,3%) dan yang memiliki hubungan kurang dekat dengan klien sebanyak dengan klien sebanyak 15 responden (41,7).
B.     Saran
       Setelah melaksanakan penelitian ini penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:
1.  Untuk Rumah Sakit
Agar para petugas kesehatan selalu memberikan pengarahan kepada keluarga klien agar menggunakan APD saat berinteraksi dengan klien sehingga penularan dapat dicegah.
2.  Untuk institusi pendidikan
               Agar menambah referensi tentang TBC dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam melakukan penyuluhan tentang penyakit TBC.

3.  Untuk peneliti lain
               Agar bisa melakukan penelitian dan menggunakan analisa statistik untuk mencari hubungan atau pengaruh dari variabel-variabel yang telah diteliti maupun variabel yang lain.













DAFTAR  PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. I E. 18, Jakarta                    EGC, 2002.
Chen dan Melleke, Pencegahan Infeksi di Rumah Sakit, Jakarta, 1992.
Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah, Profil Dinas Kesehatan, 2006-2008.
Doengoes E. Marlyn, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 4, Jakarta : EGC, 2002.
Dr.Tcandra Yoga A. Dkk, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis,        Edisi                II cetakan pertama : Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006.
Gerson dan Vavlov, Pencegahan Infeksi di Rumah Sakit, Jakarta, 1992.
Linda T. Dkk, Panduan Pencegahan Infeksi untuk fasilitas Pelayanan Kesehatan  dengan sumber daya terbatas. Jakarta, 2004.
Mansjoer A. Dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi 3, Jakarta : Media Aesculapius, 1998.
Notoatmodjo, Metodologi Peneliti Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta : 2003.
Notoatmodjo, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Rineka Cipta, Jakarta : 2007.
Price A. S dan Wilson, Patofisiologi Konsep klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 2 Jakarta : EGC, 1991.
RSU Anutapura, Rekam Medik RSU Anutapura, 2007-2008
Setiawan A, Alat Pelindung Diri, http://id.wikipedia.org/wki, 2008
Soejati, Sunanti 2, Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit dalam kontek social budaya, http://www.penkes.com.artikel, 2007.
Suprajitno, Asuhan Keperawatan Keluarga, Jakarta EGC, 2004
Surianti, Efektivitas Intervensi Keperawatan dalam mengatasi pola napas tidak efektif pada pasien TBC, Palu, 2007.
Tambayong Jan, Patofisiologi untuk Keperawatan, Jakarta : EGC, 2000.
Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2001.
________________, Prefalensi TBC di dunia, http://www.intermezzo.health.com, 2009
________________, Insiden Penyakit TBC dunia, http://www.answer.com, 2008
________________, Konsep Sehat Badan dan Jiwa, http://www.blokspot.com
________________, Tinjauan Konsep Psikologis, http://www.kompas.com
________________, http://wikipediaapd.org.id